Ini Respons Peradi atas Rekomendasi Penelitian ICJR tentang Organisasi Advokat
Pojok PERADI

Ini Respons Peradi atas Rekomendasi Penelitian ICJR tentang Organisasi Advokat

Organisasi advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan undang-undang. Sedangkan yang dimaksud dengan organisasi advokat adalah organisasi advokat yang didirikan berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (4) UU Advokat.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

 

Adardam Achyar juga menyoroti rekomendasi ICJR yang menyebutkan bahwa, ”Kondisi saat ini menunjukkan masing-masing organisasi advokat memiliki standar yang berbeda-beda terkait dengan standardisasi profesi advokat terkait dengan perekrutan anggota dan penegakan kode etik yang berimplikasi pada kualitas advokat,…”

 

Mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XVI/2018 tanggal 28 November 2019, Adardam Achyar menyebutkan bahwa Peradi yang merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV-2006 bertanggal 30 November 2006], yang memiliki wewenang sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat.

 

Sebagai wadah profesi advokat, Peradi berdasarkan UU Advokat memiliki wewenang untuk:

  1. Melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat [Pasal 2 ayat (1)];
  2. Melaksanakan pengujian calon Advokat [Pasal 3 ayat (1) huruf f];
  3. Melaksanakan pengangkatan Advokat [Pasal 2 ayat (2)];
  4. Membuat kode etik [Pasal 26 ayat (1)];
  5. Membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 ayat (1)];
  6. Membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 ayat (1)];
  7. Melakukan Pengawasan [Pasal 12 ayat (1)]; dan
  8. Memberhentikan Advokat [Pasal 9 ayat (1)];

 

Putusan Mahkamah Konstitusi ini juga menyebutkan, organisasi advokat lain tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan delapan jenis kewenangan sebagaimana disebutkan; dan hal tersebut telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian Mahkamah dalam putusannya berkaitan dengan organisasi advokat yang dapat menjalankan delapan kewenangan dimaksud [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011].

 

Lebih lanjut berkaitan dengan penyumpahan advokat yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada, tidak serta merta membenarkan bahwa organisasi di luar Peradi dapat menjalankan delapan kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat, akan tetapi semata-mata dengan pertimbangan tidak diperbolehkannya menghambat hak konstitusional setiap orang termasuk organisasi advokat lain yang secara de facto ada sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yaitu hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

 

Dalam kaitan ini, calon advokat juga harus dijamin perlindungan hak konstitusionalnya untuk disumpah oleh pengadilan tinggi. Tanpa dilakukan penyumpahan calon advokat yang bersangkutan tidak akan dapat menjalankan profesinya. Oleh karena itu, konsekuensi yuridisnya, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan penyumpahan menjadi Advokat, ke depan organisasi-organisasi advokat selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi; sebab sebagaimana telah ditegaskan dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi di atas, bahwa Peradi-lah sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat delapan kewenangan, di mana salah satunya berkaitan erat dengan pengangkatan advokat [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006].

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi).

Tags:

Berita Terkait