Ini Strategi Agar Diterima di Harvard Law School
Rechtschool

Ini Strategi Agar Diterima di Harvard Law School

Bocoran dari salah seorang alumni asal Indonesia.

CR-16
Bacaan 2 Menit
Alumni Harvard Law School asal Indonesia, Togi Pangaribuan. Foto: atamerica (Facebook)
Alumni Harvard Law School asal Indonesia, Togi Pangaribuan. Foto: atamerica (Facebook)
Sebagian besar “anak hukum” di seluruh dunia –termasuk di Indonesia- mungkin ingin mengenyam pendidikan di universitas terbaik. Salah satu adalah Harvard University Law School. Betapa tidak, fakultas hukum universitas yang berada di Amerika Serikat ini telah melahirkan banyak orang sukses yang memiliki karir gemilang tak hanya di AS, tetapi juga di negara-negara lain.

Sebagai universitas terbaik di dunia, tentu saja Harvard tidak sembarangan menerima murid. Harvard menyeleksi murid yang akan menerima pendidikan dari mereka dengan ketat. Tahun lalu, setidaknya ada 1.600 orang yang ingin belajar di sini. Ketatnya persaingan, mungkin membuat banyak orang bertanya-tanya bagaimana sih caranya agar dapat diterima di Harvard?

Salah seorang alumni Harvard Law School asal Indonesia, Togi Pangaribuan berbagi kiat sukses mendaftar di kampus hukum terkemuka ini. Togi yang kini menjadi associate di firma hukum Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP) mendapat gelar LL.M dari Harvard Law School untuk jurusan International Commercial Arbitration dan Corporation pada 2011 lalu.

Hebatnya, Togi langsung diterima hanya dengan sekali mendaftar. Namun, ia mengatakan kesuksesan itu tak didapat dengan mudah. Ia mengaku melakukan persiapan yang cukup panjang agar bisa sukses mendaftar dan diterima di universitas impiannya. Persiapannya bukan hanya setahun atau dua tahun, tetapi telah dipersiapkannya sebelum lulus kuliah strata-1 di Indonesia.

“Persiapan S2 saya panjang bahkan sejak sebelum lulus sudah ada di mindset saya, saya mau kuliah S2 dimana. Saya sudah buat shortlist sekolahnya, saya sudah baca-baca dokumen terkaitnya di website sekolahnya, lalu saya bikin action plan, formulir apa saja yang saya butuhkan, qualifikasi apa saja yang mereka butuhkan dari sana saya mulai menyusun semuanya,” ujar alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) angkatan 2002 ini kepada hukumonline, Minggu (13/4).

Setelah memiliki action plan, Togi mulai memperkirakan pengalaman hidup apa saja yang perlu dia perkaya, keahlian apa saja yang perlu dia asah untuk dapat diterima di universitas Harvard.  Togi juga banyak mengamati dan mempelajari keunggulan alumni Harvard lainnya, untuk mengetahui apa yang membuat mereka diterima masuk di Harvard.

“Waktu itu saya belajar dari track record senior-senior yang diterima di Harvard sebelumnya apa yang mereka lakukan sehingga mereka bisa diterima. Salah satu dari sekian banyak kualitas mereka adalah pengalaman kerja yang menarik sehingga membuat motivation letter, essay ataupun namanya itu bisa stand out atau berbeda dari yang lainnya,” jelas Togi.

Saat itu, Togi mulai berpikir kalau dirinya tetap bekerja law firm maka pengalaman hidup dan pekerjaannya  tidak akan menarik dan kurang stand out dibandingan lulusan hukum lainnya. Ia pun berani mengambil keputusan untuk keluar dari firma hukum Soemadipradja & Taher, lalu kemudian menerima pekerjaan honorer di staf khusus presiden bidang hubungan luar negeri. Tujuannya agar pengalaman hidupnya lebih terlihat menarik.

“Ketika teman saya yang pernah kerja di kantor staf khusus presiden bilang bahwa kantor staf khusus presiden membuka lowongan saya langsung tertarik. Walaupun saya tahu gajinya hanya setengah dari gaji saya di firma, saya kejar pekerjaan itu,” papar Togi yang pernah magang di Firma Rajah & Tann di Singapore di akhir masa kuliahnya di UI.

Terlepas dari cita-citanya untuk  sekolah di universitas terbaik di dunia, pekerjaan sebagai staf khusus presiden bidang luar negeri juga menjawab keinginannya untuk mendapat pekerjaan yang ada hubungan dengan dunia internasional. Perkerjaan ini juga memenuhi idealisme Togi, yang ingin mengabdi untuk negara.   

“Saya yakin ambil karena saya punya action plan untuk membuat pengalaman saya menarik. Andai saya tidak punya action plan, besar kemungkinan akan ada pertimbangan tidak mengambil pekerjaan ini (di staf khusus kepresidenan),” ujar pengajar mata kuliah Perdagangan Internasional di FHUI ini.

Togi menambahkan karena action plan yang dimilikinya, dirinya menjadi peka menangkap kesempatan yang dapat memperkaya pengalamannya agar bisa sukses diterima di Harvard. 

“Persiapan tidak hanya tiga bulan sebelum daftar, tapi beberapa tahun sebelumnya sudah saya pikirkan apa yang akan saya tulis di formulir aplikasi apa yang akan saya tulis di personal essay, minta letter of recommendation dari siapa, terus kemudian saya juga banyak dapat bantuan dari teman-teman terdekat saya saat saya membuat essay. Jadi sekali daftar langsung keterima tapi persiapannya bertahun-tahun sebelumnya,” tukasnya.

Selain memiliki pengalaman kerja menarik untuk memenuhi syarat mendaftar di universitas ternama Togi juga mulai menulis. Pasalnya, salah satu syarat pendaftaran di universitas Harvard adalah dengan mempublikasikan tulisannya di media. Tiga Tulisan Togi mengenai hubungan luar negeri dan hukum internasional berhasil dipublikasikan di surat kabar nasional berbahasa Inggris, Jakarta Post.

Penerjemah Ibu Negara
Selama bekerja di Kantor staf khusus presiden, selain membantu menyusun butir wicara dan pidato presiden bersama dengan Kementerian Luar Negeri, Togi juga membantu kantor ibu negara. Disana, Togi membantu pembuatan dokumen-dokumen seperti pidato, butir wicara pertemuan, dan surat-surat resmi untuk ibu negara. Dari sanalah Togi mendapat kesempatan menjadi penerjemah Ibu Negara Ani Yudhoyono.

“Pada suatu kesempatan kunjungan ibu negara membutuhkan penerjemah, karena saya yang sudah beberapa kali melakukan pekerjaan untuk ibu negara saya dipercaya oleh kantor ibu negara untuk membantu menjadi penerjemah dalam menerima kunjungan-kunjungan (dari delegasi luar negeri–red),” paparnya.

Menurut Togi pekerjaanya sebagai penerjemah ibu negara cukup sederhana dan tidak terlalu sulit, karena Istri presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ini memiliki bahasa inggris yang sangat bagus sehingga dirinya tidak harus menerjemahankan kata demi kata.

“Tugasnya sendiri mungkin kedengarannya keren tetapi sebenarnya tidak begitu berat, karena saya hanya menerjemahkan bahasa inggris dan Ibu Negara bahasa inggrisnya cukup baik lebih bagus malah. Jadi hanya finer point saja yang saya tambahkan atau saya klarifikasi-klarifikasi jadi tidak kata demi kata saya terjemahkan,” pungkas Togi.  
Tags:

Berita Terkait