Kehadiran Soeharto di Pengadilan Mutlak
Berita

Kehadiran Soeharto di Pengadilan Mutlak

Jakarta, Hukumonline. Kehadiran mantan Presiden Soeharto dalam pengadilan nanti mutlak diperlukan. Namun kesehatan Soeharto dapat menghalangi kehadirannya di pengadilan. Mungkinkah pengadilan Pak Harto dilakukan secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa)?

Oleh:
Tri/Inay/APr
Bacaan 2 Menit
Kehadiran Soeharto di Pengadilan Mutlak
Hukumonline

Jaksa Agung Marzuki Darusman menepis kemungkinan ketidakhadiran Soeharto dalam pengadilan. Marzuki menilai Soeharto sampai saat ini cukup sehat untuk dihadirkan ke pengadilan. Ia juga menyatakan bahwa dalam kasus Soeharto, proses hukumnya normal-normal saja. Pada 7 Agustus 2000 kasus ini akan dilimpahkan ke pengadilan.

Dengan berakhirnya penyidikan dan telah dilimpahkannya kasus Soeharto ke penuntutan, kewenangan kasus Soeharto menjadi wewenang penuntut umum yang sekarang sedang disiapkan, " ujar Yushar Yahya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) saat mendampingi Ris Pandapotan Sihombing, Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejagung di Gedung Humas Kejagung.

Pada keterangan persnya, Yushar Yahya mengatakan bahwa kondisi kesehatan Soeharto pada saat tersangka menjadi terdakwa memang dalam kondisi yang sedang sakit. Namun dalam penyerahan pelimpahaan tersebut Soeharto didampingi oleh tim kesehatan dan tim dokter pribadinya.

Menurut Yushar, tidak mungkin pelimpahan proses penyidikan ke penuntutan dilakukan di Kejaksaan Tinggi. Sebelum tanggal 10 Agustus 2000, kasus Soeharto sudah akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ris Pandapotan Sihombing mengatakan bahwa pelimpahan berkas penyidikan barang bukti dan tersangka dari tim penyidik ke penuntut umum berupa surat-surat dan dokumen yang sudah disita termasuk Gedung Granadi dengan sertifikat aslinya dan vila Megamendung beserta sertifikat aslinya.

Keterangan dokter

 Namun Ris menambahkan bahwa surat keterangan dokter tidak dimasukan ke dalam berkas pemeriksaan. "Itu masalah individu dan tidak ada kaitannya dengan penyidikan, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam berkas acara pemeriksaan (BAP)," kata Ris.

Mohamad Assegaf, kuasa hukum Soeharto, menyatakan bahwa berdasarkan surat kesehatan yang dibuat oleh tim dokter RSCM dan tim doktter pribadinya, Soeharto mengalami kerusakan otak yang permanen dan tidak bisa menutupi pembicaraan yang kompleks. "Kualitas pembicaraan Pak Harto tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.

Berkaitan dengan penolakan penyidik memasukkan saksi a de charge ke BAP, Ris mengatakan bahwa hal tersebut dapat diajukan ke terdakwa pada persidangan nanti.

Menurut Ris, saksi-saksi yang akan diajukan dalam kasus Soeharto sebanyak 131 orang dan 9 orang saksi ahli yang terdiri dari 1 orang dari Menko Taskin, 1 orang dari PSHKI, dan 7 orang dari BPKP (satu yayasan satu orang saksinya).

Kejaksaan Agung juga telah menunjuk enam jaksa sebagai jaksa penuntut umum. Lima orang di antaranya adalah mantan tim penyidik, yaitu: Yan Mere, Mia Armiyati, Febriyanto, Agus Sutoto, dan Umbu Lage Lozara. Satu orang lagi, H Wahyudi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Mutlak hadir

 Praktisi hukum Luhut MP. Pangaribuan menilai bahwa pelimpahan BAP di rumah tersangka melanggar kelaziman. "Mungkin bisa dikatakan melanggar hukum," cetusnya. Ia melihat hal tersebut bisa menimbulkan spekulasi bahwa kemungkinan Soeharto sampai ke pengadilan bisa dikatakan tidak ada.

Luhut beralasan, karena pengacara Soeharto masih menggunakan strategi yang sama bahwa Pak Harto sakit. "Saya pesimistis kalau Soeharto bisa hadir di persidangan," ujarnya kepada Hukumonline.

Menurut Luhut, penyerahan barang bukti dan tersangka di rumah Soeharto mungkin masih bisa ditoleransi. Namun tidak ada lagi toleransi menyangkut kehadiran Soeharto di pengadilan. Kalau Pak Harto tidak bisa dihadirkan di persidangan, maka pengadilan dapat menggunakan upaya paksa. "Karena tidak mungkin kasus HMS tidak dihadiri oleh terdakwa," ujarnya.

"Sebenarnya kalau memang tidak sakit tapi dikatakan sakit itu menghalang-halangi jalannya peradilan. Masalahnya sakit atau tidak sakit? Pengadilan in absentia tidak bisa. Kehadiran Pak Harto mutlak sebab tanpa kehadirannya sidang tidak bisa berjalan," ujar Luhut.

Sebenarnya pengadilan secqara in absentia bisa dilakukan jika Soeharto berhalangan hadir karena sakit. Hal ini dimungkinkan, seperti disebut dalam Pasal 38 UU. No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 38 (1) dinyatakan bahwa dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa tanpa alasan yang maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. Pasal ini tidak menjelaskan lebih lanjut dalam hal apa saja sidang tanpa kehadiran terdakwa tersebut dimungkinkan.

Jadi tanpa kehadiran terdakwa, perkara dapat diperiksa dan diputus oleh hakim. Artinya jangan gara-gara alasan sakit, lalu pengadilan Pak Harto tidak bisa diteruskan.

Luhut khawatir surat kuasa dari Soeharto batal demi hukum. "Kalau orang tidak bisa lagi mempertanggungjawabkan perkataannya, ketika memberikan kuasa perkataan siapa yang digunakan? Orang sakit tidak bisa diadili, tapi kalau pura-pura sakit tentu ada konsekuensinya," katanya.

Jika Soeharto tidak bisa datang di pengadilan, menurut Luhut itu sudah resiko. Toh Luhut menilai Soeharto masih bisa dijerat dengan hukum perdata karena masih memiliki warisan.

Tags: