Ketulusan dan Tanpa Pamrih Kelola Organisasi, Rahasia Sukses 17 Tahun Peradi
Pojok PERADI

Ketulusan dan Tanpa Pamrih Kelola Organisasi, Rahasia Sukses 17 Tahun Peradi

Sejak berdiri, ada banyak naik dan turun yang harus dijalani—termasuk pandangan sebelah mata yang mulanya harus dihadapi Peradi sebagai organisasi yang baru menetas.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, S.H., M.M. didampingi pengurus DPN Peradi menyampaikan Catatan Hukum Awal Tahun Peradi pada Syukuran HUT Peradi yang ke-17. Foto: RES.
Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, S.H., M.M. didampingi pengurus DPN Peradi menyampaikan Catatan Hukum Awal Tahun Peradi pada Syukuran HUT Peradi yang ke-17. Foto: RES.

Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) baru saja menyelenggarakan syukuran untuk memperingati Hari Ulang Tahun Peradi yang ke-17. Bertempat di Kantor Sekretariat Nasional Peradi, Grand Slipi Tower Lantai 11, Jl. S. Parman Kav. 22-24, Jakarta Barat, acara ini dihadiri oleh para pengurus inti DPN dan sejumlah perwakilan dari DPC Indonesia.

 

Dalam sambutannya, Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, S.H., M.M. mengungkapkan, perayaan ini digelar untuk mengingat kembali cikal bakal Peradi yang lahir sekitar dua puluh bulan sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat atau pada 21 Desember 2004. Bagi Otto, 17 tahun bukanlah perjalanan yang sebentar. Sejak berdiri, ada banyak naik dan turun, termasuk pandangan sebelah mata yang mulanya harus dihadapi Peradi sebagai organisasi yang baru menetas.  

 

Namun, Otto bersyukur, ketika melihat ke belakang, suka dan duka perjalanan tersebut dapat dilalui bersama-sama, hingga akhirnya Peradi berkembang dan menjadi besar sampai sekarang. “Bayangkan, pada tahun 2004, ketika Peradi dibentuk, hanya ada 11 orang pengurus DPN. Nilai plusnya, kami dapat bergerak dan mendiskusikan sesuatu secara cepat. Minusnya, ada banyak orang yang tidak terlibat, sehingga tidak semua kepentingan dapat terakomodasi. Namun, kini, Peradi yang begitu kecil dapat berkembang seperti sekarang,” katanya.

 

Di usia yang baru, tentu ada banyak harapan yang tebersit dalam benak Otto juga para anggota Peradi. Bagaimanapun, sebagai organisasi, Peradi selalu ingin untuk bertumbuh semakin besar dan lebih baik. Tak dapat dimungkiri, isu perpecahan tentu menjadi penghambat. Namun, mewakili Peradi, Otto optimis, ganjalan tersebut dapat diselesaikan dengan sejumlah upaya terus ditempuh untuk meningkatkan kualitas para advokat, demi kepentingan para pencari keadilan.

 

“Meski perpecahan ini menjadi persoalan yang cukup mengganggu, apa pun suka-dukanya, kita harus tetap bersyukur, karena selama 17 tahun kita masih bisa kompak,” Otto menambahkan.

 

Menurut Otto, jika dibandingkan dengan usia manusia, 17 tahun memang usia yang relatif muda. Namun, pada usia inilah, seseorang tengah berada dalam fase ‘mekar’. Sepanjang kiprahnya dalam Peradi, Otto percaya, resep berorganisasi yang baik adalah niat tulus dan tanpa pamrih. Untuk itu, ia berterima kasih kepada seluruh anggota maupun pengurus yang sudah berkontribusi selama Peradi berdiri; dari yang mulanya hanya 11 pengurus, berkembang menjadi lebih dari 150 cabang dengan hampir 50 ribu anggota.

 

“Bukan sim salabim, tetapi saya berterima kasih karena semua ini berjalan karena ketulusan hati. Semua anggota Peradi siap bekerja dengan sekuat tenaga. Yang harus dipegang, kalau kita melaksanakan tugas dengan tulus, Tuhan akan memberikan rezeki dalam berbagai bentuk,” pungkas Otto. 

 

Acara dilanjutkan dengan pemotongan kue dan tumpeng, serta penyerahan secara simbolik kepada seluruh anggota maupun pengurus Peradi. Usai syukuran, Peradi juga menggelar konferensi pers untuk menyampaikan Catatan Hukum Awal Tahun Peradi.

 

Dalam konferensi pers tersebut disebutkan beberapa poin tentang catatan perkembangan hukum Peradi selama pemerintahan Jokowi, seperti tidak imbangnya keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi, infrastuktur, sosial, politik, dan keamanan dengan pembangunan di bidang hukum yang ditandai dengan minimnya perhatian terhadap advokat sebagai penegak hukum, padahal advokat punya potensi besar untuk memastikan jalannya hukum;  penegakan hukum yang masih berjalan di tempat, salah satunya karena demotivasi yang muncul karena sistem rekrutmen hakim yang berada di tangan DPR, sehingga terasa lebih bersifat politis; penurunan kualitas avokat Indonesia akibat hadirnya beragam organisasi advokat yang dapat menyumpah dan melantik advokat; hingga pengejaran target jumlah pembuatan undang-undang yang tidak diimbangi dengan kualitas. Peradi sendiri menyoroti ada banyak undang-undang yang tidak mencerminkan kepentingan masyarakat. Salah satu alasannya, sebab kini, OA tidak lagi diminta pendapat atau terlibat dalam proses pembuatan UU oleh DPR/pemerintah.

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi).

 

Tags:

Berita Terkait