Kewajiban Praeparatoire (Persiapan) Jilid II
Kolom Hukum J. Satrio

Kewajiban Praeparatoire (Persiapan) Jilid II

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang membahas jika debitur tidak merawat objek yang harus diserahkan –sebagaimana mestinya- bahwa debitur telah wanprestasi, sekalipun belum waktunya menyerahkan objek perikatan.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Kreditur bisa menuntut agar debitur diperintahkan oleh Hakim untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan, seperti memindahkan objek prestasi ke suatu tempat yang lebih aman, kalau perlu disertai dengan tekanan uang paksa. Sejalan dengan bunyi ketentuan Pasal 1235 BW, yang bisa dituntut memang hanya sejauh itu, yaitu memenuhi kewajiban preparatoirnya, yaitu merawat benda prestasi dengan baik. Bukankah dalam peristiwa seperti itu debitur baru wanprestasi atas kewajiban itu. Kalau debitur tetap saja tidak melaksanakan kewajiban praeparatoirnya dan timbul kerugian, maka untuk menuntut ganti rugi kreditur tetap harus menunggu sampai tagihannya matang untuk ditagih. Bukankah kerugian itu baru terhutang pada saat debitur menyerahkan prestasi yang mengandung cacat? (Hofmann, Het Nederlands Vernintenissenrecht, Eerste Deel, De Algemene Leer der Verbitenissesn, eerste stuk, hal. 39).

 

Jadi, untuk menuntut pembatalan dan atau ganti rugi, kreditur terpaksa harus menunggu sampai saat pelaksanaan prestasi tiba dan debitur ternyata tetap tidak berprestasi, tanpa alasan yang sah dengan perkataan lain menunggu sampai debitur wanprestasi.

 

Tagihan tersebut, kalau tidak menetapkan kapan paling lambat harus dipenuhi, bisa dibuat menjadi matang untuk ditagih dengan mensomir debitur.

 

Sehubungan dengan apa yang dikemukakan di atas, dalam praktik jarang muncul gugatan tersendiri berdasarkan kewajiban praeparatoire, karena kreditur pada umumnya menunggu sampai tiba waktu untuk pelaksanaan kewajiban pokok, yaitu pada waktu debitur tidak melaksanakan kewajiban pokoknya atau tidak melaksanakannya dengan baik. Pada saat itu baru kita menilai, apakah debitur telah memelihara benda prestasi laksana seorang bapak keluarga yang baik? 

 

Biasanya masalah kewajiban pemeliharaan benda prestasi muncul berkaitan dengan tangkisan debitur, bahwa ia menghadapi keadaan memaksa. Dalam peristiwa seperti itu, kreditur bisa membuktikan, bahwa keadaan memaksa yang dihadapi debitur terjadi, karena debitur telah lalai untuk merawat benda prestasi dengan baik (S.v.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Eerste Deel,  hal. 40). Salah satu contohnya adalah peristiwa di mana debitur yang menutup perjanjian pada masa perang, telah menjual benda prestasi, yang harus diserahkan pada suatu saat kepada pihak ketiga, padahal ia tahu pada masa perang tidak mudah untuk mendapatkan benda prestasi dari tempat lain (disinggung oleh v. Brakel, hal. 40 pada noot 2).

 

Jadi sekarang bisa kita katakan:

  • Secara umum, kreditur tidak bisa menuntut debitur atas kelalaiannya untuk mempersiapkan prestasi. Ketentuan umum yang meletakkan kewajiban seperti itu kepada debitur tidak ada;
  • undang-undang ada kalanya meletakkan kewajiban tertentu, dan para pihak bisa menyepakati, kewajiban persiapan sebagai suatu kewajiban yang berdiri sendiri disamping kewajiban pokok perikatan. Dengan begitu kreditur mempunyai hak-tuntut tersendiri terhadap debitur yang lalai memenuhi kewajiban preparatoirnya. Namun untuk menuntut pembatalan perjanjian ataupun ganti rugi, kreditur harus menunggu sampai debitur wanprestasi terhadap kewajiban pokoknya.

 

Bagaimana kalau sebelum waktu untuk berprestasi tiba, debitur menyatakan, bahwa ia tidak mau berprestasi, atau melakukan tindakan -atau mengambil sikap- yang bisa ditafsirkan sebagai pernyataan bahwa ia tidak mau atau tidak bisa berprestasi lagi? Maksudnya, apa yang bisa dilakukan oleh kreditur?

Tags:

Berita Terkait