Kewajiban Praeparatoire (Persiapan) Jilid III
Kolom Hukum J. Satrio

Kewajiban Praeparatoire (Persiapan) Jilid III

Artikel ini merupakan kelanjutan artikel sebelumnya yang membahas pertanyaan apakah debitur masih bisa memperbaiki kekurangannya setelah kreditur melancarkan somasi?

Bacaan 2 Menit

 

Karena pada asasnya suatu perjanjian dengan ketentuan waktu, ditafsirkan untuk keuntungan debitur (Pasal 1270 BW), maka untuk mensomir debitur, kreditur harus menunggu sampai jatuh waktu yang disepakati dalam perjanjian. Sesudah waktu itu tiba, kreditur bisa melancarkan somasi atau langsung melancarkan gugatan -karena gugatan dianggap sebagai suatu somasi- dan selanjutnya melaksanakan hak-haknya atas dasar wanprestasi. Kalau gugatan itu -sebagaimana biasanya-- langsung disertai tuntutan pembatalan, maka debitur tidak bisa lagi menyusulkan prestasinya.

 

Jadi, batasnya adalah, kalau kreditur sudah menuntut pembatalan, karena kalau kreditur sudah menuntut pembatalan, maka dengan itu kreditur sudah menyatakan tidak lagi menghendaki prestasi dari debitur.

 

Kalau kewajiban preparatoir itu dikaitkan dengan perjanjian dengan ketentuan waktu, yang diadakan demi keuntungan kreditur, seperti misalnya kalau di dalam perjanjian disepakati, bahwa lewatnya waktu yang disepakati saja sudah menjadi bukti, bahwa debitur telah wanprestasi (atau adanya janji denda), maka dengan lewatnya waktu yang disepakati saja, debitur sudah dalam keadaan lalai, sehingga tagihan sudah matang untuk ditagih. Dalam peristiwa seperti itu  kreditur bisa langsung menggugat debitur. Kalau gugatan itu disertai dengan tuntutan pembatalan, maka debitur tidak punya kesempatan lagi untuk menyusulkan prestasinya.

 

Suatu catatan mengenai pokok pembicaraan di atas adalah, bahwa di dalam Hukum Perdata kita, kewajiban preparatoir  tidak banyak mendapat pembahasan didalam doktrin, dan yurisprudensi mengenai hal itu juga tidak banyak.

 

Anticipatory Breach of Contract

Masalah wanprestasi dalam periode sebelum perjanjian harus dilaksanakan, di dalam common law, merupakan lembaga hukum yang mendapat perhatian yang cukup besar baik dalam doktrin maupun dalam penerapannya di dalam praktik, setidak-tidaknya lebih dari di civil law system. Mengapa demikian? Ini menarik untuk disimak.

 

Teori anticipatory breach of contract mempunyai cikal bakalnya pada Lord Campbell, C.J. , dalam perkara Hochster v. De La Tour, pada Queen’s Bench, 1853. Pada prinsipnya teori anticipatory breach of contract mengatakan: “ Before either party to a contract has a duty to perform, one of the parties may refuse to perform his or her contractual obligations“ (Kenneth W. Clarkson et .al., West Business Law, 1992, hal.322).

 

Perumusan di atas bercerita tentang perjanjian (contract), dan karena ada kata-kata “either party …… to perform, ….“, maka tentunya yang dimaksud di sini adalah perjanjian timbal balik. Kata “before ….. has the duty to perform, …..“ mengajarkan kepada kita, bahwa perjanjiannya sudah ada, sudah ada kewajiban, tetapi kewajiban itu belum terhutang, dalam arti belum matang untuk ditagih.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait