​​​​​​​Kisah 3 Pejuang Antikorupsi
Tokoh Hukum 2018:

​​​​​​​Kisah 3 Pejuang Antikorupsi

​​​​​​​Ketiganya memiliki cara berjuang yang berbeda-beda, sesuai dengan kewenangan dan profesi mereka, terus konsisten meski hambatan yang dihadapi tak mudah.

ABE/HMQ/NEE
Bacaan 2 Menit

 

“Setelah penyiraman air keras dan pengobatan di Singapura tidak sedikitpun ada yang berubah (dari dirinya). Bahkan saya melihat Novel jauh lebih berani dari sebelumnya,” ujar Alghiffari kepada Hukumonline, Rabu (18/12).

 

Hukumonline.com

Novel Baswedan sesaat setelah diserang oleh orang tak dikenal. Foto: RES

 

Menurutnya, peran Novel tidak hanya signifikan dalam penuntasan kasus-kasus korupsi, tapi juga signifikan dalam mempertahankan integritas dan independensi KPK. “(Maka) tidak heran ia dituduh sebagai pengacau dan (dianggap) jadi komisioner ke-6 karena kerap bersuara jika ada kebijakan KPK yang keliru,” tuturnya.

 

Sebagai salah satu garda terdepan pemberantasan korupsi, pekerjaan yang dilakukan Novel memang sangat berisiko. Ketika ia sedang menangani kasus e-KTP pada 2015 lalu di Lombok, mobil Novel mengalami kecelakaan, tetapi informasi yang diperoleh Hukumonline, kecelakaan itu memang direncanakan oknum tertentu.

 

Saat menangani kasus Simulator SIM, Novel sempat ditangkap pihak Kepolisian karena kasus penganiayaan terhadap pencurian sarang burung walet ketika ia masih berdinas di Polda Bengkulu. Publik pun bereaksi, sejumlah aktivis antikorupsi dan KPK memprotes keras penangkapan ini. Alhasil, perkara ini tertunda setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan. 

 

Penangkapan terhadap Novel kembali terjadi pada 2015 lalu, tak lama setelah KPK menetapkan Komjen (Pol) Budi Gunawan - yang ketika itu merupakan calon Kapolri - sebagai tersangka. Kasusnya pun sama terkait dengan burung walet. Kemudian, Presiden Jokowi memerintahkan agar Novel tidak ditahan dan penanganan kasusnya harus transparan.

 

Seperti penangkapan pertama, publik juga bereaksi atas penangkapan ini. Mereka menganggap penangkapan Novel sebagai upaya kriminalisasi. Sebab, tak hanya Novel, dua Pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto juga pernah mengalami nasib serupa dan kedua orang itu akhirnya nonaktif.

 

Bahkan, mantan dua pimpinan KPK lainnya Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji pun mengancam mundur jika Novel tidak dilepaskan. Novel bisa bernafas lega setelah Kejaksaan Agung pada 22 Februari 2016 memutuskan menghentikan penuntutan kasus dugaan penganiayaan tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait