Legalitas Virtual Currency dan Risiko Penggunaannya dalam Pendanaan Terorisme
Kolom

Legalitas Virtual Currency dan Risiko Penggunaannya dalam Pendanaan Terorisme

Selama pemerintah Indonesia tidak mengakui adanya Bitcoin, maka penerapan Know Your Customer tidak ada artinya sepanjang belum diatur oleh pihak yang berwenang di Indonesia.

Bacaan 2 Menit

 

Sudah ada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia terkait dengan penggunaan Bitcoin sebagai alat untuk melakukan kejahatan, yaitu tindak pidana narkotika dan terorisme. Penggunaan Bitcoin untuk melancarkan tindak pidana pendanaan terorisme sudah menjadi perhatian sejak lama oleh para penegak hukum di seluruh dunia. Terlebih lagi sejak adanya pemberontakan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) di Suriah banyak transaksi Bitcoin yang digunakan oleh kelompok ISIS untuk mendanai aksi-aksi terorisme. Bitcoin juga banyak digunakan oleh pelaku terorisme sebagai media transfer untuk mendanai kegiatan terorisme di Indonesia dan mendanai teroris asing yang ingin bergabung dengan ISIS.[12]

 

Contoh kasus terorisme terkait dengan Bitcoin yang sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2016 adalah atas nama Leopard Wisnu Kumala, tersangka pelaku peledakan bom di Mal Alam Sutera, yang memeras pengelola mal dengan permintaan uang dalam bentuk Bitcoin. Ia mengirim e-mail ke pengelola mal untuk meminta uang sejumlah Rp300 juta dalam bentuk Bitcoin. Oleh karena pengelola mal hanya mengirim sebagian kecil bitcoin ke rekening tersangka kemudian tersangka meledakkan Mal Alam Sutera.

 

Dengan adanya modus seperti itu, maka dikhawatirkan akan menjadi tren ancaman lanjutan dari para pelaku terorisme lainnya dan kemudian hasil dari transfer Bitcoin kepada pelaku terorisme akan digunakan untuk mendanai aksi-aksi terorisme di Indonesia, seperti melakukan pengeboman di wilayah Indonesia atau kegiatan terorisme lainnya. Hal tersebut merupakan mekanisme pendanaan terorisme melalui pengumpulan dana secara self-funded.

 

Baru-baru ini Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset). Dengan adanya aturan tersebut, maka bitcoin dan virtual currency lainnya merupakan komoditi yang layak diperdagangkan sebagai subjek kontrak berjangka Indonesia di Bursa Berjangka. Namun, apakah dengan adanya peraturan tersebut sudah cukup untuk mengatasi keadaan saat ini, di mana pelaku kejahatan menggunakan bitcoin dan virtual currency lainnya untuk melakukan aksi-aksi kejahatannya?

 

Belum adanya peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait dengan virtual currency seperti Bitcoin akan memberikan celah bagi pelaku kejahatan dalam melakukan tindak kejahatan. Pelarangan menggunakan virtual currency di Indonesia hanyalah menimbulkan masalah dan tidak mendukung dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana seperti terorisme dan narkotika.

 

Selain itu, pelarangan Bitcoin di Indonesia menimbulkan kerugian dari segi perekonomian karena investor domestik akan membeli aset digital di luar negeri yang sudah melegalkan transaksi Bitcoin. Akhirnya, banyak aset dalam negeri yang mengalir ke negara lain. Teknologi terus berkembang dan tidak dapat dihindari.

 

Apabila mengacu kepada principle neutrality technology e-commerce yang berlaku secara global, teknologi dapat digunakan untuk tujuan yang berguna maupun untuk melakukan tindak pidana. Artinya, teknologi itu sendiri sifatnya tidak bersalah, yang bersalah adalah individu yang menggunakan teknologi tersebut untuk kegiatan yang ilegal.

Tags:

Berita Terkait