Let Let dan Walla Diduga Merugikan Negara Lebih dari 10 Miliar
Berita

Let Let dan Walla Diduga Merugikan Negara Lebih dari 10 Miliar

Sebelum memproses pengadaan tanah untuk pelabuhan laut Tual, Let Let sudah membebaskan tanah disana terlebih dahulu dengan harga yang jauh lebih murah daripada yang dijualnya ke negara.

Oleh:
Gie
Bacaan 2 Menit
Let Let dan Walla Diduga Merugikan Negara Lebih dari 10 Miliar
Hukumonline

 

Tanah yang sudah menjadi milik Let Let sebelumnya, kemudian siap dijual kepada Direktorat Jenderal perhubungan Laut dengan biaya pembebasan tanah sebesar Rp11,3 miliar. Let Let juga menyuruh stafnya Ilyas Harahap untuk membuat surat usulan revisi kepada Sekjen Departemen Perhubungan.

 

Kemudian, setelah SK Menteri Keuangan Desember 2002 yang menyetujui adanya peningkatan dana untuk jasa pelabuhan, lalu diadakan pertemuan dengan pihak Direktorat Jenderal Anggaran Depkeu yang akhirnya menyetujui pembebasan tanah di Tual dengan harga Rp55.000 per meter persegi. Tanah di kabupaten Tual seluas 145.000 meter persegi akhirnya terjual dengan harga keseluruhan Rp10,875 miliar.

 

Menyalahi prosedur

Tindakan Let Let dan Walla dalam pengadaan tanah untuk pelabuhan tidak mengindahkan aturan dalam Keppres No.55/ 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Hal tersebut diantaranya dilakukan Letlet dengan pembebasan tanah terlebih dahulu sehingga tanah di Tual menjadi miliknya.

 

Walla sendiri, dalam dakwaan Penuntut Umum KPK diduga tidak pernah melakukan studi ataupun penelitian terlebih dahulu terhadap tanah di daerah Tual, Maluku Tenggara.

 

Padahal pelabuhan termasuk dalam objek pembangunan umum sebagaimana tercantum dalam pasal 5 huruf d Keppres 55/1993.  Seharusnya, proses pengadaan tanah untuk pelabuhan harus melalui suatu mekanisme yang telah ditetapkan Keppres tersebut, diantaranya dengan pembentukan panitia pengadaan tanah.

 

Pasal 6 Keputusan Presiden No.55 Tahun 1993

Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Bagian Pertama

Panitia Pengadaan Tanah

Pasal 6

(1)            Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

(2)            Panitia Pengadaan Tanah dibentuk di setiap Kabupaten atau Kotamadya Daerah Tingkat II.

(3)            Pengadaan tanah berkenaan dengan tanah yang terletak di dua wilayah Kabupaten/Kotamadya atau lebih, dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah tingkat Propinsi yang diketuai atau dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, yang susunan keanggotaannya sejauh mungkin mewakili Instansi-instansi yang terkait di Tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mulai menyidangkan perkara dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pelabuhan di Tual, Maluku Tenggara dengan terdakwa Harun Let Let dan Tarcisius Walla (27/1). Persidangan yang dipimpin Mansurdin Chaniago, dimulai dengan pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum KPK secara bergantian yaitu Endro Wasistomo, Warih Sadono dan Tumpak Simanjuntak.

 

Dalam dakwaannya, Harun Let Let, mantan Kepala Bagian Keuangan dan Tarcisius Walla, sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan diancam pidana pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf a dan b, ayat 2 dan 3 Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksima seumur hidup.

 

Dugaan korupsi yang dilakukan antara Let Let dan Walla dimulai ketika Let Let membeli tanah di desa Uf, Danar/Tual Kecamatan Pulau Pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Let Let secara pribadi membebaskan tanah di daerah tersebut, dan kemudian meminta kepada camat setempat untuk membuat penetapan harga dasar tanah di daerah Tual yang berkisar antara Rp60.000 sampai Rp75.000 per meter persegi. Padahal harga dasar tanah di desa Uf, Tual hanya berkisar antara Rp1000-2000 per meter persegi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar Rp660.

 

Permintaan Let Let ini awalnya sempat ditolak oleh camat setempat, Bahar Koedoeboen dengan alasan tidak berwenang. Namun, setelah beberapa kali meminta, penetapan harga dasar tanah itu dibuat dengan harga sesuai yang diinginkan Le Let yaitu Rp60.000-Rp75.000 per meter persegi.

 

Setelah itu, Let Let dalam suratnya kepada Kepala Daerah Kecamatan Pulau Kei Kecil, Tual, yang juga ditandatangani oleh Walla, menyebutkan bahwa daerah Tual sebagai tempat yang layak untuk mengembangkan pelabuhan umum. Sedangkan Walla yang menyetujui isi surat tersebut dengan membubuhkan tandatangannya, diduga tidak pernah melakukan penelitian dan pengecekan ke lokasi terlebih dahulu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: