Masa Jabatan Ketum DPN Peradi Tetap Konstitusional, Ini Penjelasan Fahri Bachmid
Pojok PERADI

Masa Jabatan Ketum DPN Peradi Tetap Konstitusional, Ini Penjelasan Fahri Bachmid

Secara hukum, Ketua Umum Peradi saat ini dapat menjabat, menuntaskan masa jabatan hingga selesai, dan menjalankan tugas-tugas konstitusional berdasarkan kewenangan dalam UU Advokat.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

 

Namun, putusan Mahkamah Konstitusi berlaku prospektif ke depan (foreward looking), dan tidak berlaku retrospektif ke belakang (backward looking). Dengan demikian, segala subjek perbuatan hukum dan subjek hukum yang sah menurut rezim hukum lama (sebelum putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan), tetap harus dianggap sah adanya setelah rezim hukum baru (sesudah berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi).

 

“Sehingga segala perbuatan hukum yang berkaitan dengan serta dengan sandaran norma Pasal 28 ayat (3) UU 18/2003 yang tidak mengatur mengenai pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat karena ketentuan mengenai masa jabatan pimpinan organisasi advokat dituangkan ke dalam bagian susunan organisasi advokat yang diatur dalam AD/ART organisasi advokat sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU 18/2003, haruslah dipandang serta dimaknai sebagai sesuatu yang konstitusional sebelum putusan mahkamah yang menyatakan sebaliknya,” kata Fahri.

 

Sebelumnya, pada Senin (31/10), Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa ketua umum organisasi advokat hanya dapat menjabat maksimal dua periode untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 yang disiarkan di kanal YouTube MK.

 

“Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara bertutur-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,” kata Anwar.

 

Model Putusan Limited Constitutional

Secara teoretis, Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 tergolong dalam model putusan yang pemberlakuannya ditunda (limited constitutional). Pada khasanah peradilan konstitusi, limited constitustional berarti menoleransi berlakunya aturan yang sebenarnya bertentangan dengan konstitusi hingga batas waktu tertentu. Ini berbeda dengan model putusan conditionally constitutional atau conditionally unconstituional: aturan yang pada saat diputuskan dinyatakan tidak bertentangan atau bertentangan dengan konstitusi.

 

Fahri mengungkapkan, model putusan limited constitustional bertujuan memberi ruang transisi aturan yang bertentangan dengan konstitusi agar tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai waktu tertentu, karena disadarkan atas pertimbangan kemanfaatan.

 

“Putusan MK a quo ini tergolong dalam paradigma putusan yang bercorak Model putusan yang pemberlakuannya ditunda (limited constitutional), artinya MK dalam Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022, dengan amarnya adalah mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian; dan menyatakan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4288) yang menyatakan, ‘Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat mupun di tingkat daerah’,” Fahri menjelaskan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: