Masih Berfilosofi Kolonial, Diharapkan RKUHP Tidak Buru-Buru Disahkan
Berita

Masih Berfilosofi Kolonial, Diharapkan RKUHP Tidak Buru-Buru Disahkan

Pembentuk UU diminta menghapus sejumlah pasal yang masih bernuansa kolonial Belanda yang menyasar kelompok rentan dan program pembangunan; mengurangi penerapan pidana penjara; besaran ancamannya; dan mengganti pidana penjara dengan bentuk pidana alternatif.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“RKUHP juga berpotensi menghambat program pendidikan 12 tahun, sebab kriminalisasi terhadap perilaku seks di luar nikah cenderung akan meningkatkan angka perkawinan anak sebagai satu-satunya pilihan untuk menghindari pemenjaraan.”

 

Ketiga, filosofi kolonial ini ancaman terhadap persoalan over kapasitas karena orientasinya pemenjaraan. Menurutnya, pemenjaraan sebagai bentuk hukuman pidana hal utama dalam RKUHP yang jelas-jelas gaya kolonial. Perspektif pemenjaraan yang amat kental dalam RKUHP, membuka ruang kriminalisasi yang lebih besar jika dibanding dengan KUHP yang ada.

 

Menurutnya, jika RKUHP disahkan masih berperspektif pemenjaraan, berdampak masalah dalam sistem peradilan pidana. Akibatnya, over kapasitas di lembaga pemasyarakatan tak pernah terselesaikan untuk diatasi. Banyaknya pasal yang mencantumkan ancaman pidana penjara di atas 5 tahun juga bakal semakin meningkatkan jumlah tahanan.

 

Dia mengakui alternatif pemidanaan nonpemenjaraan diatur dalam RKUHP, tetapi masih terbilang minim jumlahnya dan sangat sulit menerapkannya. “Ini akan sulit untuk digunakan sebagai alternatif pemenjaraan,” kata dia.

 

Untuk itu, ICJR meminta Tim Panja RKUHP dan pemerintah dapat menghapus sejumlah pasal yang masih bernuansa kolonial Belanda yang menyasar kelompok rentan dan program pembangunan; mengurangi penerapan pidana penjara; besaran ancamannya; dan mengganti pidana penjara dengan bentuk pidana alternatif.

 

“Jadi jangan terburu-buru mengesahkan RKUHP, kembali membahas dan menyisir pasal-pasal dalam RKUHP dengan hati-hati,” harapnya.

 

Anggota Tim Perumus RKUHP dari pemerintah, Prof Harkristuti mengatakan pendekatan restorative justice (pemulihan keadilan tanpa pemidanaan) dimasukkan dalam RKUHP. Misalnya, pidana kerja sosial, pidana pengawasan, hingga pemaafan pengadilan. “Pada dasarnya mencoba untuk menghindari penjatuhan pidana penjara sejauh mungkin,” ujar Prof Tuti dalam sebuah seminar di Jakarta beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait