Masukan untuk Draf Perma Tata Cara Memutus Eksepsi dalam Perkara Perdata
Utama

Masukan untuk Draf Perma Tata Cara Memutus Eksepsi dalam Perkara Perdata

Ada beragam usulan mulai nebis in idem perlu dikecualikan dalam perkara perceraian hingga putusan banding bersifat final.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Narasumber FGD 'Implementasi Pasal 136 HIR/162 RBg dalam Perspektif Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan', di Hotel Holiday Inn Jakarta, Kamis (24/8/2023). Foto: ASH
Narasumber FGD 'Implementasi Pasal 136 HIR/162 RBg dalam Perspektif Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan', di Hotel Holiday Inn Jakarta, Kamis (24/8/2023). Foto: ASH

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (Puslitbang Kumdil MA) tengah menggagas terbitnya Peraturan MA (Perma) tentang Tata Cara Memeriksa dan Memutus Eksepsi dalam Perkara Perdata di Pengadilan. Dalam tahun ini, Puslitbang Kumdil MA tengah merampungkan kajian “Penerapan Pasal 136 HIR/Pasal 162 RBg dalam Perspektif Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan” yang output-nya dalam bentuk draf Perma yang dimaksud.

Selengkapnya Pasal 136 HIR berbunyi, “Eksepsi (perlawanan/tangkisan) yang sekiranya hendak dikemukakan oleh si tergugat, kecuali tentang tidak berkuasanya hakim, tidak boleh dikemukakan dan ditimbang satu-satu, tetapi harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara.”

Dalam salah satu tahapan sidang, hakim dapat menjatuhkan putusan (di tengah persidangan) dalam hal adanya kewenangan absolut peradilan lain atau eksepsi kewenangan relatif dalam lingkungan peradilan yang sama. Sedangkan materi eksepsi di luar kewenangan mengadili - seperti gugatan kabur, surat kuasa tidak sah, kurang pihak, salah objek, objek sengketa menjadi jaminan utang, daluwarsa, error in persona, nebis in idem - diputus bersama pokok perkara dalam putusan akhir sebagaimana dimaksud Pasal 136 HIR atau 162 RBg.

Baca Juga:

Dalam praktiknya, ada gugatan perkara sudah berkali-kali disidangkan, tapi di akhir persidangan gugatan berujung di-Niet Ontvankelijke verklaard (NO) atau tidak dapat diterima karena gugatan dianggap kabur (obscuur libel), error in persona, kurang pihak, dan lain-lain. Bahkan, perkara ini bisa diajukan upaya hukum hingga tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

Hal ini tentu “menabrak” atau bertolak belakang dengan penerapan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Tapi, ada pula kalangan hakim mengadili materi eksepsi di luar kewenangan setelah penyampaian duplik dan menerima bukti permulaan, lalu menjatuhkan putusan sela. Artinya, praktik penerapan Pasal 136 HIR atau 162 RBg itu tidak seragam atau terdapat perbedaan pandangan di kalangan para hakim.

Ketua Kamar Agama MA Prof Amran Suadi mengingatkan khusus eksepsi terkait nebis in idem, perlu pengecualian dalam hal perkara gugatan perceraian. Sebab, dalam perkara perceraian bisa memunculkan beberapa gugatan dalam perkara yang sama, seperti gugatan harta gono gini, gugatan hak asuh anak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait