Mediasi di Persidangan, Pilihan Solusi yang Belum Menjadi Solusi
Konferensi ADHAPER 2018:

Mediasi di Persidangan, Pilihan Solusi yang Belum Menjadi Solusi

Mediasi sudah dikenal dalam HIR dan RBg. Namun hingga diatur dengan UU Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Perma tak kunjung alami perkembangan berarti.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Proses mediasi memang bisa juga dilakukan di luar persidangan. Namun selama belum dituangkan dalam Akta Perdamaian, perkara masih bisa diajukan sebagai gugatan ke pengadilan. Karena terhadap Akta Perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi.

 

Ketua Dewan Pembina Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI), Yoni Agus Setyono yang berpengalaman menangani perkara lebih dari 20 tahun melalui LKBH FHUI membenarkan pandangan Basuki. “Kalau sudah ke pengadilan berarti sudah coba mediasi. Kalau sudah litigasi berarti siap pasang badan,” kata Yoni kepada hukumonline di sela acara konferensi.

 

Berdasarkan pengalaman Yoni berpraktik memberikan bantuan hukum, gejala di masyarakat Indonesia adalah persoalan harga diri dalam menghadapi gugatan. Mereka memilih menyerahkan pada pengadilan yang memutuskan menang atau kalah. “Lu jual, gue beli,” ujarnya.

 

Kemungkinan terakhir yang dikemukakan Basuki bahwa mediasi gagal ketika para pihak diwakili oleh kuasanya. “Lawyer itu sebagan besar semangatnya litigator, bertarung sampai darah penghabisan,” kata Basuki lagi. Ia menjelaskan bahwa di Perma No.1 Tahun 2016 telah mengatur agar para pihak datang sendiri tanpa diwakili kuasanya. Harapannya mediator bisa mendengar langsung apa yang diinginkan para pihak. “Mereka merasakannya sendiri, mengutarakan apa adanya. Kalau lawyer kan beda pikirannya,” sambungnya.

 

Pada akhirnya Basuki yakin bahwa mediasi hanya akan berhasil jika sistem nilai sosial masyarakat kembali pada iktikad baik warisan kearifan lokal Indonesia. Sampai di sini, peran para pemangku kepentingan dibutuhkan untuk menyosialisasikan pada masyarakat bahwa ada jalan lain dalam menyelesaikan sengketa perdata. Apalagi Akta Perdamaian dari pengadilan juga memiliki kekuatan eksekutorial.

 

Menarik disimak petuah Yohanes Sogar Simamora saat ditanya hukumonline tentang langkah apa yang bisa diambil untuk mendorong kembali mediasi menjadi solusi penyelesaian sengketa, “Lebih penting lagi ada contoh teladan dari pemimpin. Kalau misalnya ada perselisihan segera diselesaikan dengan cara damai. Itu kanakan menular ke masyarakat, termasuk di bidang politik, bukan hanya acara perdata.

Tags:

Berita Terkait