Menata Regulasi Industri Sawit
Kolom

Menata Regulasi Industri Sawit

​​​​​​​Bila pelaku industri sawit telah menaati standar ISPO yang kredibel maka Pemerintah juga harus memproteksi industri sawit dari kampanye hitam yang merugikan sumber devisa utama Indonesia.

Bacaan 2 Menit

 


Evaluasi dan Tindak Lanjut

Pada akhir tahun 2018, Pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Melalui peraturan ini, setidaknya hingga tiga tahun kedepan tidak akan ada perluasan dan pengembangan luasan kebun kelapa sawit di Indonesia.

 

Inpres No. 8/2018 tersebut menyebabkan seluruh layanan perizinan tidak memiliki pedoman yang sama, mengingat perizinan kelapa sawit dari izin arahan lahan hingga sertifikat memerlukan proses panjang dengan keharusan mengurus berbagai izin. Persoalannya ialah bagaimana dengan izin yang sifatnya lanjutan atau perpanjangan, hal-hal semacam ini menjadi tidak memiliki pedoman pada tiap instansi masing-masing daerah.

 

Dalam konteks hukum, Inpres No. 8/2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit ialah tidak tepat. Bagir Manan (2008), mendefinisikan izin sebagai suatu persetujuan dari Pemerintah selaku penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan suatu tindakan atau perbuatan tertentu yang dilarang.

 

Evaluasi Inpres dibutuhkan secara komersial, mengingat justru Inpres tersebut mematikan industri kelapa sawit utamanya bagi industri kelapa sawit yang menggunakan pendanaan (funding) dari bank. Tentu dalam covenan perjanjian kredit bank, debitur wajib mengurus seluruh perizinan teknis maupun sertifikat HGU sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan setiap kali penarikan fasilitas kredit bank akan mengacu pada covenan tersebut.

 

Mengingat industri sawit adalah investasi yang membutuhkan pendanaan besar di awal, maka dapat dipastikan hampir seluruh industri kelapa sawit di Indonesia, baik plasma-kemitraan UMKM maupun pola inti non-UMKM, memerlukan kredit bank. Terhambatnya pendanaan tentu akan berkorelasi langsung dengan turunnya produktivitas (yield), dengan demikian justru semangat untuk memperbaiki produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Inpres tidak tercapai.

 

Online Single Submission (OSS), pada kenyataannya hanya berfungsi untuk mengurus perizinan yang memang sudah murah dan mudah untuk diurus. OSS belum dapat menjangkau perizinan teknis seperti pengurusan AMDAL, IUP, Izin Limbah, pelepasan kawasan hutan maupun sertifikat kepemilikan tanah. Akibatnya persoalan perizinan belum dapat diurai justru membuat persoalan wewenang pengawasan oleh Pemerintah hadir tanpa pedoman yang jelas, tepatnya mengingat banyaknya perizinan yang masih bertentangan dan tumpang tindih.

 

Pemerintah menerbitkan portal satu peta pada Desember 2018. Namun, portal satu peta yang diluncurkan Pemerintah dalam implementasinya masih berbeda jauh dengan konsep one map policy sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Portal satu peta hingga kini belum dapat dipergunakan sebagai acuan peta lintas instansi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait