Mengantisipasi Risiko Bisnis Bagi Fintech Ketika Masuk Regulatory Sandbox
Utama

Mengantisipasi Risiko Bisnis Bagi Fintech Ketika Masuk Regulatory Sandbox

Konsep ruang uji coba terbatas (Regulatory Sandbox) memiliki risiko bisnis terhadap penyelenggara Fintech yang ditetapkan ‘tidak berhasil’ oleh Bank Indonesia.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Direktur Departemen Hukum BI, Imam Subarkah, menjelaskan konsep Regulatory Sandbox dilakukan untuk mengidentifikasi model bisnis sebelum ditetapkan oleh otoritas menetapkan penyelenggara fintech apakah masuk kegiatan tertentu di bawah pengawasan BI. Kalau ternyata uji coba tersebut tidak berhasil, kata Imam, penyelenggara fintech dapat kembali mengajukan permohonan kepada BI.

 

“Di Sandbox yang dilihat itu produknya apa, layanannya apa, teknologi seperti apa, dan yang dilihat adalah keamanannya ketika produk ini di-launching itu memang bisa aman. Sehingga Sandbox itu adalah tempat untuk mengamati model bisnis yang sedang diajukan,” kata Imam.

 

Selama dalam masa uji coba selama enam bulan atau maksimal satu tahun, penyelenggara fintech diperbolehkan beroperasi namun dibatasi ruang lingkupnya. Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial, menyebutkan bahwa BI menetapkan skenario uji coba produk layanan, teknologi, dan/atau model bisnis. Dengan kata lain, penyelenggara fintech dalam Regulatory Sandbox hanya dapat menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan skenario yang ditetapkan tersebut.

 

“Selama dalam Sandbox,dia belum boleh memasarkan kepada masyarakat. Dia [fintech] boleh dalam konteks Sandbox, bukan dalam konteks umum. Pas Sandbox itu di-define dulu, jadi Sandbox batasannya misalnya penerbit Uang Elektronik, Sandbox-nya itu uji coba dan bisa dipasarkan ke maksimal 200 konsumen,” kata Imam.

 

Jalan Keluar

Menurut Abi, kunci utama memitigasi risiko bisnis sebelum terjun menjadi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) adalah perencanaan yang matang. Setelah memenuhi syarat pendirian perusahaan sebagaimana PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PTP), penyelenggara fintech mesti merancang rencana bisnis yang matang dan reasonable dengan target bisnis yang nantinya disampaikanketika mengajukan permohonan.

 

“Pada waktu kita punya business plan bahwa kita (perusahaan) pada tahun pertama akan punya misalnya 500ribu users, tapi kita taruh modalnya minimum, BI akan komentar. Apakah modal segini kalian bisa achieve, jadi kita harus juga reasonable dalam men-submit aplikasi dan BI bisa juga minta menyesuaikan permodalannya, ada kemungkinan seperti itu,” kata Abi.

 

Hukumonline.com

 

Berdasarkan pengalaman, Abi mengatakan, syarat IT Audit dalam pendaftaran menjadi salah satu hal yang cukup sulit lantaran perusahaan membutuhkan investasi hingga jutaan dollar. Sementara itu, tidak ada jaminan yang diberikan ketika penyelenggara fintech akan diberikan izin operasional oleh bank sentral sekalipun telah mengucurkan banyak uang untuk memenuhi ketentuan tersebut. Abi memaklumi syarat tersebut lantaran bank sentral berusaha memastikan bahwa izin yang diterbitkan tidak mengganggu sektor jasa keuangan dan stabilitas sistem keuangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait