Mengantisipasi Risiko Bisnis Bagi Fintech Ketika Masuk Regulatory Sandbox
Utama

Mengantisipasi Risiko Bisnis Bagi Fintech Ketika Masuk Regulatory Sandbox

Konsep ruang uji coba terbatas (Regulatory Sandbox) memiliki risiko bisnis terhadap penyelenggara Fintech yang ditetapkan ‘tidak berhasil’ oleh Bank Indonesia.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Hanya saja, masih kata Abi, tetap ada risiko bisnis yang berpotensi dihadapi perusahaan terlebih lagi ketika perusahaan memiliki investor. Bukan menjadi persoalan ketika misalnya suatu perusahaan didirikan tidak sebagai single purpose. Contohnya, perusahaan konsultan manajemen lalu terjun menjadi pemain electronic money (e-money). Ketika permohonan sebagai PJSP tidak diterima BI, perusahaan tersebut tetap dapat beroperasi sebagai perusahaan konsultan manajemen.

 

“Pada waktu e-money tidak approve, mereka tidak bisa menyelenggarakan kegiatan e-money, tapi bisa menjalankan kegiatan yang sudah ada (existing) lainnya. Dalam konteks perusahaan masuk regulatory sandbox hanya ditujukan untuk fintech dan kemudian tidak bisa, secara teori perusahaan itu harus diubah peruntukkannya atau masuk dalam ranah likuidasi kalau para shareholders-nya merasa tidak perlu dilanjutkan,” kata Abi.

 

Namun, implikasi hukumnya tidak se-simple yang dilihat. Abi mengatakan, bila perusahaan tersebut memiliki investor biasanya terdapat perjanjian yang mendahulukan hak-hak investor dalam likuidasi. Perjanjian investasi (investment agreement) juga mengatur posisi investor berada di atas para pendiri perusahaan sehingga ketika likuidasi, investor mendapat prioritas atas proses likuidasi tersebut.

 

“Kalau perusahaan single purpose tidak dapat lisensi, dia tidak boleh lagi melakukan kegiatan lain. [pilihannya] dia mengubah anggaran dasar atau dia dilikuidasi,” kata Abi.

 

Tags:

Berita Terkait