Mengenal Kembali Plaatsvervulling dalam Hukum Kewarisan Nasional
Edsus Lebaran 2019

Mengenal Kembali Plaatsvervulling dalam Hukum Kewarisan Nasional

Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya.

Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Menurut Hazairin

Shobirin kemudian memaparkan perspektif Hazairin dalam mengkonstruksi konsep ahli waris pengganti yang menurut dia memiliki akar dalam literatur sumber hukum Islam. Mengutip penjelasan Hazairin dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral dan Al Qur’an dan Al Hadits, Shobirin menjelaskan konsep ahli waris pengganti menurut Hazairin. Menurut Shobirin, Hazairin menafsirkan kata mawali dalam Al Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 33 yang artinya:

 

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”

 

Menurut Hazairin, ayat ini mengandung makna bahwa Allah mengadakan mawali untuk si fulan dari harta peninggalan orangtua dan keluarga dekat dan bahwa untuk itu berikanlah kepada mawali hak yang menjadi bagiannya. Apabila yang menjadi pewaris adalah orang tua, ahli waris adalah anak dan atau mawali anak. “Jika anak-anak itu masih hidup, tentu merekalah yang serta merta mengambil warisan warisan berdasarkan ayat 11 surah An Nisa,” tulis Shobirin.

 

Selanjutnya, ketentuan ini oleh Hazairin dianggap lebih sesuai dengan sistem kewarisan yang dikehendaki dalam Islam yang menganut asas bilateral. Hal ini dianggap berbeda dengan budaya Arab yang menganut asas patrilineal. “Dengan demikian konteks Indonesia lebih tepat dengan sistem kewarisan Islam yang berdasarkan asas bilateral seperti umumnya yang telah berjalan di masyarakat Jawa dan sekitarnya,” ungkap Shobirin mengutip Hazairin.

 

Dalam KHI

Ketentuan mengenai ahli waris pengganti dalam KHI diatur Pasal 185. Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya kecuali yang disebut dalam Pasal 173. Terkait hal ini, bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Jika diperhatikan, pembaharuan hukum kewarisan ini dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah dan menghindari sengketa.

 

Mengutip Soepomo, Shobirin menyebutkan bahwa munculnya institusi pergantian tempat didasarkan pada aliran pemikiran bahwa harta benda dalam keluarga sejak semula memang disediakan sebagai dasar material keluarga dan turunannya. Jika seseorang akan meninggal sedang orang tuanya masih hidup, anak-anak dari orang tua yang meninggal dunia tersebut akan menggantikan kedudukan bapaknya sebagai ahli waris harta benda kakeknya.

 

Selanjutnya, Shobirin juga menegaskan sejumlah batasan harta yang diperoleh oleh ahli waris pengganti. Menurut KHI, harta yang diperoleh oleh ahli waris pengganti bukanlah keseluruhan dari harta yang seharusnya didapat sang ayah melainkan hanya satu per tiga bagian saja. Menurut Shobirin, hal ini dapat dipahami dari maksud ketentuan Pasal 185 ayat (2) yang menyebutkan “tidak boleh melebihi”. Menurutnya hal ini secara tidak langsung memberi batasan bagian yang diterima ahli waris pengganti.

Tags:

Berita Terkait