Menggaungkan Kembali RUU Advokat Demi Penguatan Sistem Peradilan Pidana
Utama

Menggaungkan Kembali RUU Advokat Demi Penguatan Sistem Peradilan Pidana

Beragam persoalan dalam pengaturan profesi Advokat perlu disikapi dengan segera membahas RUU Advokat, terutama terkait pilihan sistem organisasi advokat, single bar atau multi bar?

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Dia menilai UU Advokat sebenarnya tidak bermasalah, yang bermasalah pihak lain yang tidak mentaati UU Advokat dan Konstitusi. “UU Advokat jelas menyebutkan bahwa organisasi advokat itu single bar, tidak multi bar. Kita ini orang hukum yang mentaati hukum positif, bahkan putusan MK pun sudah mengatakan demikian,” ujarnya mengingatkan.  

“Saya ingin kita berkampanye soal single bar ini. Seorang pejabat penegak hukum manapun yang mengutamakan wong cilik, maka pilihannya mempertahankan single bar. Sikap partai yang melihat wong cilik, dia harus mempertahankan single bar,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dewan Pakar DPN Peradi, Dhaniswara K. Harjono mengatakan untuk mewujudkan advokat yang berkualitas, harus professional dan berintegritas dan hal ini menjadi tanggung jawab organisasi. Ia menceritakan ada salah satu anggota DPR yang mengatakan bahwa hanya 1 persen advokat yang "sukses", dan 99 persen tidak lebih dari sekedar makelar kasus. “Ini pernyataan yang menusuk, saya anggap profesi ini yang banyak membantu orang. Tapi, kita jangan emosi namun berkaca untuk ke depannya,” kata dia.

“Pada hari ini, kita harus membuktikan bahwa ucapan itu tidak benar. Profesional dan disiplin harus mulai dari diri sendiri, sehingga kita bisa mendorong adek-adek kita bisa lebih baik lagi. Saat ini sudah saatnya meningkatkan kemampuan bahasa dan kemampuan teknologi,” katanya.

Kurang memahami

Ketua Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA), Luhut MP Pangaribuan menduga orang yang berbicara single bar dan multi bar kurang memahami konsep tersebut. Terkesan kalau sistem single bar itu satu organisasi dan multi bar itu beberapa organisasi. “Orang terpaku pada konsep itu. Pemahaman itu salah kaprah, yang dimaksud dengan single bar ialah memiliki satu standar profesi yang sama, bukan satu kewenangan tunggal organisasi advokat,” kata Luhut kepada Hukumonline, Jumat (11/6/2021).

Baginya, bicara organisasi advokat yang diutamakan adalah kepentingan masyarakat yang dilayani Advokat agar tidak asal-asalan. “Ini akan menjawab pernyataan dari Arteria Dahlan yang mengatakan bahwa hanya 1 persen saja Advokat yang memiliki kualitas yang baik dan selebihnya “palu gada” (apa yang lu mau gue ada, red). Artinya, yang dimaksud Arteria disini agar Advokat memperhatikan kepentingan masyarakat pencari keadilan yang saat ini tidak ada standardisasinya.

Karena itu, kata Luhut, untuk menjawab hal itu maka diperlukan sistem single bar, dalam arti memiliki satu standar profesi yang sama dan hanya ada satu Dewan Kehormatan Pusat yang menaungi berbagai organisasi advokat. Dengan adanya satu Dewan Kehormatan, maka 50 persen permasalahan Advokat yang palu gada tadi akan teratasi. 

Tags:

Berita Terkait