Mengukur Peluang ‘Gugatan’ Prabowo-Sandi di MK
Sengketa Pilpres 2019:

Mengukur Peluang ‘Gugatan’ Prabowo-Sandi di MK

Secara teoritis dan praktik ada tiga pendekatan yang digunakan dalam memeriksa dan memutus permohonan sengketa pilpres yakni hitungan-hitungan, TSM, dan proses pemilu jurdil.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva tetap beranggapan bahwa sengketa pilpres di MK itu sengketa hasil perolehan suara pilpres. Misalnya, Pemohon mendalilkan perolehan suara yang tercatat 100 ribu, tetapi catatan KPU hanya 70 ribu. “Nah, ini pembuktiannya lewat C-1, kalau tidak dipersoalkan selisih suara, apa perlunya C-1. Jika ingin membuktikan proses pemilunya, tidak ada hubungannya dengan C-1,” ujanya.

 

Menurutnya, yang terpenting dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentan Pemilu ditegaskan sengketa hasil pemilu haruslah memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap perolehan suara paslon. Unsur pertama, ada pelanggaran yang dipersengketakan dan kedua ada perolehan suara. “Ini pembuktiannya tidak gampang,” ujarnya.

 

Hamdan mencontohkan kalau selisih perolehan suaranya sekitar 15 juta suara dengan asumsi TPS 300 pemilih per TPS, maka harus bisa dibuktikan di 50 ribu TPS ada pelanggaran sedemikian rupa yang mempengaruhi perolehan suara Pemohon dan seharusnya Pemohon menang. “Nah, pertanyaannya bagaimana membuktikannya, tidak usahlah 50 ribu TPS, 20 ribu TPS bahwa hal itu sudah terjadi. Ini problem yang dialami ketika selisih suara sangat tinggi,” ujarnya.

 

Misalnya, dari 15 juta selisih suara yang dapat dibuktikan hanya 3 juta suara, tentu tidak bisa. “Ini bukan peneilitian ilmiah, tidak boleh pakai sampling, harus dibuktikan semua. Pengadilan tidak bisa melihat dalam imajinasi, tapi harus dengan bukti-bukti,” tegasnya.

 

Lebih jauh, Hamdan enggan mengomentari kasus sengketa pilpres antara Prabowo-Sandi dengan KPU di MK terlalu jauh. Dia menilai proses di MK biarlah menjadi wewenang para hakim konstitusi. "Karena ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan, bagaimana hukum acaranya yang sekarang ini. Kalau hukum acara yang dulu ada proses perbaikan kalau hukum acara yang ini, saya tidak melihat ada perbaikan."

 

Hamdan menambahkan MK bisa mengadili sengketa pilpres yang sifatnya administrasi apabila Pemohon sudah mengajukan gugatan ke instansi terkait, tetapi tidak digubris. Seperti Bawaslu dan DKPP yang mengadili pelanggaran administarsi dan etika penyelenggara pemilu. Selain itu, PTUN yang memproses soal administrasi pencalonan dan MK soal hasil pemilunya.

 

“MK punya wewenang memproses kesalahan administrasi asalkan gugatan Prabowo-Sandi selaku pelapor tidak digubris di Bawaslu atau PTUN. Karena itu ada pintu masuk MK boleh menilai lagi kasus pelanggaran yang administratif itu," katanya.

Tags:

Berita Terkait