Mitigasi Potensi Kerugian: Kunci Penting Sebelum Masuk Proses Arbitrase
Utama

Mitigasi Potensi Kerugian: Kunci Penting Sebelum Masuk Proses Arbitrase

Konsep kerugian di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh produk kolonial, sehingga secara sistem hukum Indonesia kerap dianggap belum cukup mapan untuk menangani kasus-kasus yang sangat kompleks dan sophisticated dalam skala Internasional.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Dalam arbitrase kerugian yang bisa dimintakan, dibatasi pada prinsip keadilan (fairness) antar kedua belah pihak. Ia mencontohkan, untuk membangun suatu gedung harapan keuntungan uang diinginkan anggaplah Rp100 miliar, sementara biaya untuk membangun gedung menghabiskan dana sebesar Rp50 milyar. Di Arbitrase, katanya, para pihak hanya bisa meminta ganti kerugian Rp100 atau Rp50 miliar, tidak bisa dua-duanya.

 

“Dalam konteks ini, kita bisa enggak dapat keuntungan yang seharusnya bisa kita terima. Jadi itu pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum masuk ke arbitrase,” jelasnya.

 

(Baca: Pemerintah Kesulitan Eksekusi Putusan ICSID)

 

Ditambah lagi, penalty clause dalam arbitrase dianggapnya sangat excessive (berlebihan). Para pihak kerap dihukum untuk mencegah terjadinya wanprestasi dan angkanya terkesan sangat berlebihan dan tidak rasional, belum lagi ditambahkan dengan biaya arbitrase.

 

“Apalagi bila chance permohonan arbitrasenya diterima juga kecil. Dalam posisi itu sebaiknya kalkulasikan secara reasonable. Kalau akhirnya ditolak-tolak juga kan artinya kita bisa rugi dari awal,” katanya.

 

Sementara itu, mitigasi risiko yang digunakan oleh Partner Hadiputranto Hadinoto Lawfirm (HHP), Andi Kadir, salah satunya berporos pada perkiraan pembelaan apa saja yang berpotensi akan diterima oleh arbiter dengan latar belakang common law.

 

Pada umumnya, arbiter asal common law lawyer sangat strict terhadap isi suatu kontrak dalam memutus perkara. Sementara, hukum Indonesia yang digunakan sebagai choice of law dapat melakukan adanya modifikasi kontrak atas alasan pelaksanaan kontrak bertentangan dengan prinsip iktikad baik dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

 

“Dari kaca mata arbiter dengan background common law, bagaimana mereka menyikapi argumentasi iktikad baik ini?” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait