Modernisasi Pengadilan Perlu Dukungan Penegak Hukum Lainnya
Utama

Modernisasi Pengadilan Perlu Dukungan Penegak Hukum Lainnya

KY memandang modernisasi pengadilan juga harus didukung oleh penegak hukum lainnya seperti jaksa, polisi, dan advokat serta masyarakat pencari keadilan yang notabene adalah user pengadilan.

Rzk/M-1
Bacaan 2 Menit
Modernisasi Pengadilan Perlu Dukungan Penegak Hukum Lainnya
Hukumonline

 

Dengan teknologi informasi maka akses publik bisa dimaksimalkan, dan partisipasi publik dalam rangka kontrol sosial juga bisa berjalan, papar Bagir. Selain itu, teknologi juga memungkinkan kinerja peradilan menjadi lebih efisien dan produktif, khususnya yang berkaitan dengan administrasi peradilan.

 

Bagir mengaku optimis negara akan memberi dukungan sepenuhnya terhadap upaya modernisasi pengadilan. Dukungan ini sebenarnya secara eksplisit sudah dinyatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka acara Rakernas. Walaupun belum sempat menghitung rincian anggaran, Bagir yakin program modernisasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

 

Sampai saat ini, kita sangat bersyukur negara sangat responsif terhadap kebutuhan peradilan, tambahnya. Selain dukungan dari negara, Bagir juga merasa yakin donor-donor asing akan siap membantu MA. Selama ini, MA memang cukup terbantu oleh lembaga donor asing, misalnya dalam pelaksanaan program pembaruan peradilan.

 

Tidak hanya IT

Dimintai komentarnya (7/8), Anggota Komisi Yudisial Soekotjo Soeparto menyambut baik niat MA memodernisasi pengadilan. Bagi Soekotjo, modernisasi merupakan langkah awal yang baik menuju sistem peradilan yang baik. Namun, MA tidak bisa jalan sendiri. Soekotjo berpendapat upaya modernisasi pengadilan juga perlu dukungan penegak hukum lainnya, seperti polisi, jaksa, advokat dan juga masyarakat selaku pengguna pengadilan.

 

Mudah-mudahan setiap upaya yang baik harus kita dukung tidak boleh kita halang-halangi, karena dengan cara itu kita justru bisa bersinergi antara KY dan MA itu, kata Soekotjo.

 

Terpisah, Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat modernisasi pengadilan tidak menyentuh akar persoalan yang kini dialami lembaga pengadilan. Terlebih lagi, apabila modernisasi ditafsirkan sempit hanya terkait urusan teknologi informasi. Jangan sampai ujung-ujungnya hanya proyek yang menghabiskan dana tidak sedikit, tukasnya.

 

Emerson mengatakan MA harus memikirkan bagaimana modernisasi dapat memangkas persoalan mafia peradilan. Caranya, dengan memperluas partisipasi dan pengawasan publik. MA harus tanggap merespon berbagai keluhan masyarakat terhadap kinerja pengadilan. Publikasi putusan, menurut Emerson, jangan diskriminasi hanya untuk perkara yang besar.

  

Rekomendasi lain

Di luar topik modernisasi, Rakernas MA juga menghasilkan sejumlah rekomendasi lainnya. Mengenai integritas dan profesionalisme, misalnya, Rakernas MA merekomendasikan agar program pendidikan dan latihan (Diklat) hakim jangan hanya terfokus pada pengayaan wawasan dan teknis peradilan. Materi mengenai kode etik dan perilaku hakim juga perlu mendapat perhatian yang serius.

 

Intergritas dan profesionalisme para hakim menjadi dasar bagi mutu putusan hakim, kata Hatta Ali. Oleh karenanya, pimpinan pengadilan diharapkan menerapkan pengawasan dan disiplin kerja yang ketat, sehingga pelayanan publik dalam bidang peradilan bisa ditingkatkan.

 

Secara khusus, Rakernas MA merekomendasikan pembentukan UU tentang Biaya Perkara. Munculnya rekomendasi ini, jelas Hatta, didasari oleh munculnya dua paradigma yang berkembang di masyarakat. Paradigma pertama, ada yang memandang biaya perkara sebagai uang negara yang harus disetorkan ke negara. Mereka yang berpandangan seperti, lanjut Hatta, berpedoman pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

 

Paradigma kedua, ada yang memandang biaya perkara sebagai biaya proses beracara, oleh karena itu bukan uang negara. Paradigma ini berlandaskan pada hukum acara perdata yang diatur dalam Het Herziene Indonesisch Reglemen (HIR) dan Rechtsreglement Buiten Gewesten (RGB). Kedua pendapat tersebut dapat dituntaskan dengan adanya UU yang mengatur tentang biaya perkara, cetus Hatta.

Mahkamah Agung (MA) baru saja usai menggelar perhelatan akbar Rapat Kerja Nasional MA dengan Jajaran Pengadilan dari Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia (Rakernas MA). Selama empat hari, 4-7 Agustus 2008, para pimpinan serta panitera pengadilan intens membahas berbagai aspek dari peradilan, baik teknis maupun non-teknis.

 

Sejalan dengan tema besar yang diusung yakni Modernisasi Pengadilan di Indonesia, butir-butir rekomendasi yang dihasilkan pun mayoritas berkaitan dengan modernisasi. Melalui Rakernas MA, keempat lingkungan peradilan di seluruh Indonesia menyatakan tekad untuk melanjutkan dan meningkatkan modernisasi pengadilan.

 

Salah satu program yang diprioritaskan adalah peningkatan sarana teknologi informasi. Ketua Panitia Pengarah Rakernas MA Hatta Ali menjelaskan teknologi informasi merupakan sarana yang diperlukan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengadilan. Agar publik mendapat akses sepenuhnya terhadap jalannya peradilan, ujar Hatta saat membacakan butir rekomendasi Rakernas MA, Rabu lalu (6/8). 

 

Teknologi informasi, menurut Hatta, juga berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan publik di lingkungan pengadilan. Untuk itu, semangat yang diusung pun bagaimana cara mendekatkan keadilan ke publik (bring justice closer to people). Semangat ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan sarana dan prasarana serta dukungan finansial secara bertahap.

 

Dukungan anggaran

Selepas acara penutupan Rakernas, Ketua MA Bagir Manan menjelaskan modernisasi pengadilan melingkupi tiga aspek, yakni personil, sistem manajemen, dan teknologi. Aspek personil menjadi perhatian karena untuk menciptakan putusan yang berkualitas membutuhkan personil yang juga berkualitas. Sistem manajemen perlu juga diperbaiki agar berjalan lebih transparan dan akuntabel. Sementara, teknologi perlu dikembangkan untuk memudahkan akses publik atas proses peradilan.

Tags: