Mr. Teuku M Hasan, Pecinta Aljabar yang Meraih Meester in de Rechten dalam 1,5 Tahun
Tokoh Hukum Kemerdekaan

Mr. Teuku M Hasan, Pecinta Aljabar yang Meraih Meester in de Rechten dalam 1,5 Tahun

Gubernur Sumatera yang pertama ini pernah menjadi anggota BPUPKI. Memilih jurusan hukum demi Indonesia merdeka. Ikut dalam pertemuan membahas penghapusan kalimat dengan menjalankan kewajiban syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Muhammad Yasin
Bacaan 7 Menit

Kiprah Kenegaraan

Untuk mempersiapkan kemerdekaan dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada awalnya beranggotakan 21 orang pilihan dari seluruh wilayah Indonesia berdasarkan perbandingan kasar jumlah penduduk masing-masing wilayah. Semua orang Indonesia yang dipilih merupakan para nasionalis terkemuka. Ketuanya adalah Soekarno, wakilnya Mohammad Hatta. Anggotanya KRT Radjiman Wediodiningrat, R. Otto Iskandar Dinata, KH Abdul Wahid Hasyim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Pangeran Soerjohamidjojo, BPH Purbojo, M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, RP Soeroso, R. Soepomo mewakili Jawa. Mohammad Amir, Teuku Moehammad Hasan dan Mr. Abdoel Abbas mewakili Sumatera. GSSJ Ratulangie, Andi Pangeran mewakili Sulawesi; AA Hamidhan mewakili Kalimantan; Mr. I Goesti Ketoet Poedja mewakili Sunda Kecil; Mr. J Latuharhary mewakili Maluku; dan Yap Tjwan Bing mewakili komunitas Cina. Belakangan, Presiden Soekarno menambah enam orang lagi anggota PPKI. Mereka adalah Wiranatakusuma, Ki Hadjar Dewantara, Mr Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa Kusuma Sumantri, dan Ahmad Soebardjo.

Dalam rapat-rapat PPKI, Hasan ikut memberikan masukan tentang pembagian wilayah dan pembentukan departemen-departemen pemerintahan. Dalam rapat 19 Agustus 1945 disepakati adanya delapan provinsi dan di setiap provinsi itu dibagi ke dalam karesidenan yang masing-masing dipimpin oleh residen. Dalam rapat itu, Hatta mengusulkan agar ada departemen yang mengurusi kemakmuran rakyat, yaitu departemen sosial. Mr Iwa Kusuma Sumantri mengusulkan agar urusan makanan rakyat dimasukkan ke Departemen Kesehatan. Hasan langsung mengingatkan: “Tuan Ketua, makanan rakyat sangat penting. Keadaan perang sekarang sudah hebat”. Perdebatan itu terekam dalam Risalah Sidang PPKI yang dihimpun Sekretariat Negara (1995).

Sebagai anggota PPKI, kiprah Hasan juga tercatat dalam kisah penghapusan kalimat ‘ketuhanan dengan kewajiban menjadi syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ pada Preambul UUD 1945. Ada keberatan dengan kalimat tersebut dari warga yang tidak beragama Islam, dan disampaikan langsung ke Hatta. Sebelum rapat PPKI pada 18 Agustus 1945 dimulai, Hatta berinisiatif membuat pertemuan pendahuluan dengan lima anggota PPKI lainnya, yaitu Ki Bagoes Hadikoesoemo, KH Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimedjo, dan Mr Teuku M. Hasan. Hasan menceritakan peristiwa itu dalam biografinya. “Sebelum rapat dimulai Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta meminta kepada saya yang berasal dari Aceh, Serambi Mekkah, supaya membicarakan dan meyakinkan Ki Bagus Hadikusumo”.

“Dalam pertemuan yang dihadiri Bung Hatta itu, saya memberi penjelasan-penjelasan dan meyakinkan Ki Bagus Hadikusumo supaya beliau menyetujui istilah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ saja dan dihapuskan kata-kata ‘ankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Salah satu argumentasi yang disampaikan Hasan adalah perjuangan menuntut kemerdekaan perlu persatuan yang bulat dari semua golongan untuk menghadapi musuh bersama. Setelah peserta rapat lainnya juga memberikan pendapat, akhirnya mereka sepakat istilah yang dipersoalkan dihapuskan.

Malam hari, 18 Agustus 1945, selepas makan malam, Dokter M. Amir mengunjungi Hasan di kamar hotel Des Indes, tempatnya menginap. Amir menyampaikan bahwa ia menjadi anggota tim kecil yang memberikan pertimbangan beberapa hal kepada Presiden Soekarno, termasuk siapa yang akan menjadi Gubernur Sumatera. Hasan menyarankan agar Amir saja yang naik karena mengetahui seluk beluk politik. Amir menolak dengan alasan ia seorang psikiater, dan tak punya pengetahuan di bidang pemerintahan. Hasan lalu menyodorkan wakil Sumatera lainnya di PPKI, Mr. Abdoel Abbas, tapi dokter Amir kurang sepakat karena Abbas juga masih kurang pengalaman di pemerintahan.

Lalu, Hasan mengusulkan nama Mangaraja Soangkupon, lagi-lagi Amir kurang sepakat. Meskipun Soangkupon pernah menjadi anggota Volksraad pada masa Hindia Belanda, yang bersangkutan belum berpendidikan tinggi. Akhirnya, Amir meminta kesediaan Hasan untuk ditunjuk menjadi Gubernur Sumatera. Pada 22 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengumumkan penunjukan Hasan sebagai Gubernur Sumatera. Hari itu juga Abbas, Amir, dan Abbas pulang ke Sumatera (Palembang) menaiki pesawat terbang. Di sini, mereka mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokok nasional menyampaikan proklamasi kemerdekaan. Upaya yang sama dilakukan Abbas dengan menaiki mobil menuju Jambi, Padang, hingga Medan.

Di Medan, Hasan menjalankan tugas barunya sebagai Gubernur Sumatera. Dan pada saat menjabat Gubernur Sumatera itulah Hasan menghadapi gejolak sosial di Sumatera Timur.

Tags:

Berita Terkait