Pemberitahuan PHK dan Masalah Penerapannya
Kolom

Pemberitahuan PHK dan Masalah Penerapannya

Tanpa adanya dokumen hukum yang menunjukan pekerja menerima PHK, pemahaman hukumnya adalah hubungan kerja belum berakhir, sehingga hak dan kewajiban tetap harus tetap dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja.

Bacaan 6 Menit
Willy Farianto. Foto: Istimewa
Willy Farianto. Foto: Istimewa

Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) telah mengubah, menghapus, dan mengatur baru beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK).

Salah satu yang menarik untuk dilakukan telaah hukum terhadap ketentuan baru tersebut adalah terkait pemberitahuan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam penerapannya saat ini yang menarik adalah pemberitahuan PHK dikonstruksikan sebagai surat atau keputusan PHK.

Secara empiris, ketika perusahaan memberitahukan PHK kepada karyawan, mereka beranggapan bahwa hak dan kewajiban hubungan kerjanya telah berakhir. Hal yang sama dilakukan oleh karyawan yang setelah menerima pemberitahuan PHK tidak kembali ke perusahaan untuk melakukan kewajibannya. Konstruksi tersebut ditemukan juga dalam beberapa anjuran mediator dan putusan pengadilan hubungan industrial (PHI) yang menjadikan tanggal surat pemberitahuan PHK sebagai pertimbangan hukum untuk menyatakan putusnya hubungan kerja dan perhitungan kompensasi PHK.

Baca juga:

Kita mulai dengan dasar hukum pemberitahuan PHK yang tercantum dalam Pasal 151 UUCK dan Pasal 37, 38 dan 39 PP 35/2021. Pada pokoknya ketentuan tersebut mengatur supaya pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah berupaya menghindari terjadinya PHK. Dalam hal PHK tidak dapat dihindari maka pengusaha memberitahukan maksud, alasan dan kompensasi PHK melalui surat pemberitahuan PHK kepada pekerja dan serikat pekerja apabila pekerja merupakan anggota serikat pekerja, secara sah dan patut paling lama 14 hari kerja. Dalam hal pekerja masih dalam masa percobaan pemberitahuan PHK disampaikan paling lama 7 hari kerja. Kemudian diatur juga mengenai kewajiban perusahaan melaporkan PHK yang diterima oleh pekerja ke instansi ketenagakerjaan.

Pekerja yang menolak PHK dalam waktu paling lama 7 hari kerja harus menyampaikan penolakannya kepada pengusaha, yang kemudian harus dilakukan perundingan bipartit dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilanjutkan dengan tripartit (mediasi/ konsiliasi), PHI dan Mahkamah Agung RI (MA), sesuai UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Penjelasan Pasal 37 ayat (3) PP 35/2021, menyebutkan bahwa “Surat pemberitahuan memuat antara lain maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja, kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja serta hak lainnya bagi Pekerja/Buruh yang timbul akibat Pemutusan Hubungan Kerja”. Berdasarkan penjelasan Pasal tersebut dapat dipahami bahwa materi surat pemberitahuan PHK hanya memuat maksud atau niat pengusaha melakukan PHK, alasan dan kompensasi PHK yang akan diberikan kepada pekerja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait