Pembunuhan Mahasiswa Korea, Meretas Jalan di Dunia Advokat
Pejuang Keadilan dari Surabaya

Pembunuhan Mahasiswa Korea, Meretas Jalan di Dunia Advokat

Lulus dari FH Universitas Airlangga, Trimoelja Darmasetia Soerjadi memutuskan menjalani profesi advokat. Banyak belajar dari bapaknya.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Hasil akhir dari perkara ini, majelis hakim yang dipimpin Hakim J.Z.Loudoe menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dengan putusan bebas. Penuntut Umum tidak mampu mematahkan pembelaan Trimoelja dan tidak bisa meyakinkan hakim bahwa ketiga klien Trimoelja melakukan pembunuhan. “Di situ saya mulai punya apa ya, semacam pe-de (percara diri) mulai menangani perkara sendirian,” ungkap Trimoelja. Ia menyebut perkara ini sebagai salah satu perkara kebanggaannya sepanjang karirnya.

 

Melawan kekuasaan

Trimoelja juga bisa disebut memulai model gugatan warga negara, jauh sebelum model gugatan citizen law suit (CLS) diterima pengadilan. Sebagai warga negara dan advokat, Trimoelja pernah melayangkan gugatan kepada Menteri Penerangan (saat itu dijabat Ali Moertopo) dan Perusahaan Umum Pos dan Giro. Ini berkaitan dengan pembayaran iuran sumbangan televisi. Pada 1980-an, pemilik televisi diwajibkan membayar iuran yang besarannya disesuaikan dengan ukuran televisi. Pemilik televisi boleh membayar di muka atau membayar setiap bulan. Trimoelja membayar lunas di muka untuk sumbangan tahun 1981, dan kartu iurannya dicap lunas. Di tengah jalan, Menteri Penerangan menaikkan iuran, mereka yang sudah terlanjur membayar lunas pun tetap diharuskan melunasi kekurangan sesuai tarif baru. Secara hukum tanda ‘lunas’ seharusnya menjadi bukti seseorang telah menjalankan kewajibannya. Karena itu, Trimoelja melayangkan gugatan ke PN Surabaya.

 

Sejumlah kolega dan teman sudah mengingatkan bahwa gugatan itu bakal sia-sia karena melawan penguasa, tetapi Trimoelja tetap maju. Ia berprinsip jika warga negara tak setuju dengan kebijakan pemerintah, yang bisa dilakukan bukan menggerutu melainkan memperjuangkan haknya sebagai warga negara. “Jika ada upaya yang dapat kita lakukan untuk meluruskan kebijakan yang salah dan sewenang-wenang, sebaiknya lakukan upaya itu,” begitu tertuang dalam memoar Trimoelja yang terbit 2014 lalu.

 

Seperti diprediksi, gugatan Trimoelja kandas. Tak hanya di PN Surabaya tetapi juga hingga kasasi. Dari cerita seorang hakim dan kerabat yang bekerja di Perum Pos dan Giro, Trimoelja mendapat penjelasan bahwa gugatannya dibahas di tingkat tinggi dan sebenarnya banyak yang sependapat dengan Trimoelja tapi tak berani melawan penguasa. Sulit bagi hakim memutus sesuai gugatan Trimoelja karena berkaitan dengan karir si hakim itu sendiri. Mendapat penjelasan itu Trimoelja puas meskipun kalah. Setidaknya, gugatan ini menjadi test case mempersoalkan kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat.

 

Trimoelja tercatat pernah menangani perkara-perkara besar seperti pembunuhan Marsinah, gugatan pembredalan pers terhadap Menteri Penerangan Harmoko, TNI melawan The Washington Post, hingga perkara penodaan agama Ahok yang menyedot perhatian media massa nasional dan internasional di tahun 2017 lalu.

 

Dalam perkara Marsinah bahkan mengantarkan sosoknya dikenal luas secara nasional. Anugerah Yap Tiam Hien diberikan kepadanya karena perkara ini sebagai penghargaan atas komitmen membela hak-hak asasi manusia. Akan tetapi, ketika ditanya soal perkara yang paling berkesan, Trimoelja justru menyebut perkara Buloggate kala ia membela Rahardi Ramelan dalam kasus Buloggate II. Ia yakin kliennya dijadikan tumbal untuk meloloskan seorang yang punya kekuasaan dan orang penting di pemerintahan.  “Dia (Rahardi Ramelan—red) itu memang dikorbankan,” ujarnya.

 

Dalam bukunya Cipinang Desa Tertinggal (2008), Rahardi Ramelan juga menyebut kasus yang menyeret dirinya sebagai kasus politik yang membutuhkan kambing hitam, dan kasus perseteruan politik yang dipidanakan melalui jalur hukum. Ketika memberi penjelasan di sebuah kafe mengenai inisiatifnya menjalani eksekusi, Rahardi didampingi Trimoelja D Soerjadi, salah seorang penasihat hukumnya di kasus Buloggate II.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait