Pencantuman Masa Percobaan dalam PKWT Timbulkan Persoalan
Utama

Pencantuman Masa Percobaan dalam PKWT Timbulkan Persoalan

Masa percobaan dicantumkan di dalam PKWT. Singapore International School berkomitmen untuk melaporkan PKWT di perusahaannya ke instansi ketenagakerjaan.

IHW
Bacaan 2 Menit
Pencantuman Masa Percobaan dalam PKWT Timbulkan Persoalan
Hukumonline

 

Bagi Hendrikus, pelanggaran yang dilakukan SSKG terhadap ketentuan UU Ketenagakerjaan tidak hanya mengenai masalah probation saja. Tentang jenis pekerjaan apa saja yang bisa di-PKWT-kan, kata Hendrikus, juga telah dilanggar SSKG.

 

Selanjutnya pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai jenis pekerjaan apa saja yang masuk ranah PKWT. Yaitu pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu paling lama 3 tahun, pekerjaan yang sifatnya musiman atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru. Jika ketentuan ini dilanggar, Pasal 59 Ayat (7) UU Ketenagakerjaan menyatakan, demi hukum status PKWT berubah menjadi PKWTT.

 

Menurut saya, Singapore School telah melanggar ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Karena profesi sebagai asisten pengajar adalah jenis pekerjaan yang tetap dan berhubungan dengan kegiatan utama. Artinya sepanjang Singapore School masih berdiri, pekerjaan itu tetap akan ada, Hendrikus menyimpulkan.

 

Dengan asumsi PKWT Lydia secara otomatis berubah menjadi PKWTT, Hendrikus berpendapat  tindakan PHK yang dilakukan SSKG karena alasan berakhirnya kontrak, menjadi tidak berdasar. Karena sudah PKWTT, kalau mau di-PHK, ya harus melalui penetapan PHI dulu dong.

 

Selain mengenai status hubungan kerja, Hendrikus juga mempermasalahkan janji penyesuaian gaji yang tertuang dalam perjanjian kerja. Di dalam perjanjian kerja, disebutkan jika ibu Lydia ini lulus percobaan, akan diberikan kenaikan gaji. Berapa besarnya kenaikan itu, memang tidak dirinci. Tapi faktanya, gaji baru dinaikkan setelah lewat 9 bulan dari lulus masa percobaan.

 

Tidak Berdasar

Haifa Segeir, Legal Counsel SIS menepis semua dalil Hendrikus. Menurutnya, sejak proses rekrutmen, sudah terbangun kesepahaman antara Lydia dengan SIS mengenai status hubungan kerja. Sejak awal dia (Lydia, red) memahami kalau dia akan bekerja dengan status PKWT. Artinya kalau selesai kontrak, ya sudah, jawab Haifa via telepon, Selasa (12/8).

 

Menempatkan Lydia sebagai pegawai PKWT, kata Haifa, juga tidak melanggar peraturan yang berlaku. Pasalnya, jabatan asisten pengajar, amat tergantung pada kondisi subyektif pengajar. Tergantung dari pengajarnya. Apakah dia butuh asisten atau tidak. Sehingga akhirnya jenis pekerjaan asisten pengajar ini dapat dikatakan sebagai jenis pekerjaan yang sementara.

 

Mengacu pada peraturan perundang-undangan dan kesepakatan para pihak, Haifa mengaku tidak habis pikir pada motif penggugat dalam menggugat. Di awal sudah jelas maksud kedua pihak.  Tapi kenapa ujungnya jadi begini?

 

Dihubungi terpisah, Yogo Pamungkas, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti berpendapat bahwa profesi sebagai pengajar dalam suatu instansi pendidikan adalah jenis pekerjaan yang tetap. Sehingga tidak bisa di-PKWT-kan, ucapnya. Sedangkan untuk jabatan sebagai asisten pengajar, Yogo mengajak untuk kembali melihat syarat pekerjaan apa saja yang bisa diberlakukan PKWT. Kalau memang memenuhi syarat, ya berarti boleh diberlakukan PKWT.

 

Kelalaian

Khusus mengenai pencantuman masa percobaan di dalam PKWT Lydia, Haifa punya argumentasi lain. Hal itu terjadi, kata Haifa, karena kelalaian human resource development (HRD) SIS saat menyodorkan perjanjian ke Lydia. Di SIS ada kontrak kerja yang template. Masalah (Lydia) ini terjadi karena kesalahan HRD yang lama yang lupa mengganti beberapa klausul yang sebenarnya untuk template PKWTT. Seperti tentang probation itu dan kenaikan gaji jika lulus probation.

 

Meski begitu, Haifa menambahkan, kalaupun SIS memang sengaja menempatkan klausul probation di dalam PKWT, 'sanksinya' sudah jelas. Secara otomatis, ketentuan probation itu akan batal demi hukum. Tapi perjanjiannya tetap ada sebagai PKWT lho ya.

 

Kesalahan formalitas dalam pengetikan PKWT itu, lanjut Haifa, seharusnya jangan terlalu dibesar-besarkan. Jangan memahami sebuah perjanjian secara letterlijk.Tapi juga harus dilihat maksud para pihak dalam membuat perjanjian itu.

 

Yogo Pamungkas punya pendapat berbeda. Menurutnya, karena secara umum PHI menganut hukum acara perdata, maka semua formalitas menjadi penting keberadaannya. Biasanya PHI lebih berkutat pada masalah formalitas, seperti bagaimana bunyi perjanjiannya dan bukti tertulis lainnya, ucapnya.

 

Akan Lapor

Terlepas dari perkara Lydia, hukumonline mencatat beberapa polemik seputar penerapan PKWT di SIS. Salah satunya dalam perkara Francois Xavier Fortin. Majelis hakim PHI Jakarta dalam putusannya menyatakan bahwa PKWT yang berlaku di SIS tidak mengatur secara rinci mengenai dasar penjatuhan sanksi PHK.

 

Atau dalam perkara Rommel Coscolluela Gaspar misalnya. Rommel melalui kuasa hukumnya telah mengajukan bukti tertulis berupa draft kontrak kerja, yang di dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa masa orientasi atau percobaan tidak ditentukan berapa lama waktunya. Pihak SIS membantah memiliki keterkaitan kerja dengan Rommel.

 

Bagi Yogo Pamungkas, munculnya beberapa problem ketenagakerjaan khususnya mengenai penerapan PKWT di lembaga pendidikan bertaraf internasional itu, bisa jadi lantaran kurang berjalannya fungsi pengawasan instansi ketenagakerjaan. Peraturan perundang-undangan mewajibkan perusahaan mencatatkan PKWT ke pemerintah. Tapi harus dipahami. Ini jangan dipandang sebagai sebuah intervensi pemerintah, tapi lebih pada fungsi pengawasan pemerintah.

 

Pasal 13 Kepmenakertrans No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT memang mewajibkan perusahaan untuk mencatatkan PKWT ke instansi ketenagakerjaan. Sayang, peraturan ini tidak mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggarnya.

 

Disinggung mengenai hal ini, Haifa mengutarakan bahwa ke depan SIS akan melaporkan setiap PKWT yang dibuatnya. Kondisi faktual, ujarnya, masih banyak perusahaan yang tidak mencatatkan PKWT ini. Mungkin karena peraturannya tidak mengatur tegas mengenai pencatatan PKWT ini, pungkasnya.

 

Permasalahan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau lazim dikenal dengan sistem kerja kontrak ternyata bukan monopoli para pekerja kerah biru. Sistem kerja yang dianggap tidak memberikan jaminan kepada pekerja juga dialami oleh para pekerja di lembaga pendidikan. Salah satunya di Singapore International School.

 

Kondisi kurangnya jaminan itu yang mungkin dirasakan Lydia O.S Tumampas. Mantan pegawai Singapore School Kelapa Gading (SSKG) -yang berafiliasi dengan Singapore International School (SIS)- itu kini sedang menggugat bekas tempatnya bekerja. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

 

Lydia melalui kuasa hukumnya, Hendrikus Ch. Kuntag, menyatakan ada praktek yang tidak wajar dalam penerapan PKWT di SSKG. Lydia, kata Hendrikus, memiliki hubungan kerja dengan SSKG berdasarkan perjanjian kerja pada 21 Juli 2005. Lydia dipekerjakan sebagai Asisten Pengajar.

 

Dalam perjanjian kerja itu, disebutkan masa berlakunya perjanjian adalah selama dua tahun. Artinya, Lydia terikat PKWT dengan SSKG. Uniknya, dalam salah satu klausul PKWT itu, tertuang ketentuan masa percobaan (probation) selama tiga bulan. Ini menyalahi ketentuan UU Ketenagakerjaan, sergah Hendrikus di PHI Jakarta, Selasa (12/8).

 

Pasal 58 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan merumuskan, untuk PKWT tidak dapat dipersyaratkan adanya masa percobaan. Ayat selanjutnya dari pasal yang sama menandaskan, ketentuan probation itu akan batal demi hukum jika diatur dalam PKWT.

Tags: