Penelitian LBH Pers Simpulkan Right to Be Forgotten di UU ITE Mubazir
Utama

Penelitian LBH Pers Simpulkan Right to Be Forgotten di UU ITE Mubazir

Lemah secara kejelasan ruang lingkup right to be forgotten dan mekanisme penegakannya.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Puncaknya adalah pengakuan Court of Justice of the European Union (CJEU) tahun 2014 tentang eksistensi right to be forgotten saat memutus perkara Mario Costeja Gonzalez melawan Google dan media lokal La Vanguardia. Costeja mendaftarkan kasusnya ke Badan Perlindungan Data Spanyol (Agencia Espanola de Protection de Datos—AEPD) pada Maret 2010.

 

Ia menggugat fakta bahwa ketika namanya ditelusuri lewat mesin pencari Google, maka akan muncul dua halaman koran La Vanguardia tanggal 19 Januari 1998 dan 9 Maret 1998 yang menunjukkan keadaannya saat pailit. Costeja yang sudah tidak lagi pailit merasa dirugikan karena hasil pencarian tersebut memprofil dirinya secara negatif sehingga merugikannya.

 

La Vanguardia bebas dari gugatan karena dinyatakan menerbitkan kedua berita tersebut secara sah. Artinya, berita tersebut tidak perlu dihapus dari situs mereka. Namun Google dinyatakan bersalah karena algoritma mesin pencari Google terus memunculkan tautan berita tersebut dengan merugikan Costeja. Merujuk right to be forgotten, putusan CJEU mengharuskan Google menghapus tautan ke dua halaman di situs La Vanguardia dalam hasil pencarian ketika nama Costeja Gonzalez diketik di mesin pencari Google.

 

(Baca Juga: Right to be Forgotten, Lahir Prematur dalam UU ITE Baru)

 

Penelitian LBH Pers menjelaskan bahwa gagasan mengenai right to be forgotten memang berangkat dari argumentasi bahwa sebuah informasi dapat kehilangan relevansinya sehingga akses terhadap informasi tersebut harus dibatasi. Penerapannya tidak bisa dilepaskan dari rezim perlindungan data pribadi. Di Indonesia sendiri belum ada regulasi komprehensif mengenai perlindungan data pribadi. Apalagi sejak reformasi tahun satu dekade silam lebih mendorong wacana keterbukaan informasi bagi publik ketimbang proteksi data.

 

Kedua, Wahyudi menjelaskan adanya ketidakjelasan ruang lingkup dan batasan mengenai right to be forgotten dalam hukum Indonesia. Termasuk pula yurisdiksi dalam pengaturannya. Pasal 26 ayat 3 UU ITE memang mempunyai landasan konstitusional pada pasal 28G ayat 1 UUD 1945.

 

Pasal 28G

  1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

 

Meskipun right to be forgotten memiliki sandaran konstitusionalitas di Indonesia, ruang lingkup substansinya belum memiliki rujukan penjelasan tunggal tentang apa saja hak pribadi yang harus dilindungi. Padahal right to be forgotten menjadi bagian dari perlindungan hak pribadi seseorang. Bahkan definisi mengenai apa itu data pribadi yang menjadi objek right to be forgotten pun tidak ada dalam UU ITE. Hanya disebutkan dalam bagian penjelasan pasal 26 ayat 1 bahwa data pribadi adalah bagian dari hak pribadi.

Tags:

Berita Terkait