Pengesahan RUU Terorisme Terganjal Satu Pasal
Utama

Pengesahan RUU Terorisme Terganjal Satu Pasal

Pasal terkait dengan definisi. Pengesahan agar RUU jadi UU pun menguat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Mantan Komandan Kopassus itu berpendapat melalui UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme hasil revisi, setidaknya ke depan menjadi payung hukum yang kuat dalam memerangi aksi-aksi teror  hingga ke jaringan sel-sel yang paling dalam. “UU terorisme yang baru juga diharapkan dapat mencegah berkembangnya bibit-bibit terorisme di Indonesia karena UU Terorisme yang baru nantinya memiliki daya tangkal terhadap berkembangnya sel-sel terorisme,” ujarnya.

 

Direktur eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia (LAPI), Maksimus Ramses Lalongkoe menilai dengan mempercepat pembahasan revisi UU 15/2003 dan mengesahkan menjadi UU bakal mempermudah kerja-kerja aparat dalam melakukan tindakan preventif terhadap pelaku. Menurutnya aksi teror bom belakangan mesti menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan DPR agar pula mempercepat pembahasan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

 

Tak kalah penting, komitmen pemerintah dan DPR amatlah diharapkan dalam merampungkan RUU tersebut. Sebaliknya bila lamban, maka aparat bakal kesulitan dalam mengambil sikap preventif untuk mencegah niat para pelaku. Bagi Ramses, pencegahan perbuatan suatu tindak pidana teror dapat dilakukan sepanjang UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberikan payung hukum yang jelas

 

“Namun nyatanya, sampai saat ini proses revisi UU terorisme belum juga rampung dibahas,” ujarnya.

 

Baca:

 

Penyelesaian di pemerintah

Menanggapi desakan tersebut, Ketua Panja RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafii mengatakan RUU tersebut memang nyaris selesai. Namun menyisakan Pasal 1 yang mengatur pendefinisian yang menjadi sandungan RUU tersebut belum dapat disahkan. Pemerintah awalnya memang enggan membuat pendefinisian.

 

Namun DPR bersikeras adanya pengaturan pendefinisian teroris. Sebab faktanya, belum adanya pendefinisian terorisme dalam berbagai perundang-undangan terkait dengan penegakan hukum. Akibatnya, pengkategorian seseorang melakukan tindak pidana terorisme atau tidak, berada di tangan penegak hukum.

 

Tidak boleh aparat menentukan menurut pikirannya, dia teroris atau bukan teroris. Karena di negara hukum, aparat tidak punya kewenangan apapun kecuali yang diberikan oleh hukum. Nah ini belum ada UU yang menyebutkan siapa itu teroris. Kalau negara hukum harus ada ketentuannya. Nah pemerintah belum mau membuat definisi sesuai logika hukum,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait