Peringatan KPK ke Dunia Usaha: Jangan Langgar Aturan!
Terbaru

Peringatan KPK ke Dunia Usaha: Jangan Langgar Aturan!

Langgar aturan berpotensi korupsi.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: RES
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa pelanggaran kegiatan usaha bisa berpotensi diikuti oleh tindakan korupsi, khususnya pelanggaran yang terkait dengan lingkungan dan perpajakan. Demikian disampaikan Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria dalam rapat kolaborasi penanganan kasus SDA dan lingkungan hidup di Kota Sorong, Papua Barat di Swiss-Belhotel Sorong pada Senin, 7 Juni 2021.

“Tujuan utama pertemuan hari ini, yaitu melakukan verifikasi atas laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran oleh salah satu perusahaan tambang batu yaitu PT BJA. Potensi pelanggaran terkait tata ruang, lingkungan, kawasan hutan dan pajak. Aktivitas kegiatan ada di Kota Sorong tetapi NPWP berada di Jakarta,” ujar Dian.

Saat ini di Kota Sorong, sebut Dian, terdapat aktivitas tambang galian C yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang mengeruk material tanah di kawasan wisata Tanjung Kasuari dan diduga menimbulkan kerusakan lingkungan di daerah tersebut.

“Hal ini ditengarai dengan adanya perubahan warna pada air laut dari warna hijau kebiru-biruan menjadi keruh kecoklatan,” katanya. Tidak hanya itu, sambung Dian, kondisi pantai yang dulunya berpasir kini menjadi dipenuhi batu kerikil, ditambah lumpur menumpuk di dasar air laut. (Baca Juga: Menkeu Tegaskan Akses Obligor BLBI ke Lembaga Keuangan Diblokir)

Sementara itu, dalam dokumen RTRW Kota Sorong tahun 2014, lokasi kegiatan penambangan galian C di Tanjung Saoka merupakan Kawasan hutan produksi terbatas dan sempadan pantai. Selain itu, terdapat proyek pemecah ombak Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2019-2020 yang menurut laporan menggunakan pasir laut di lokasi.

Berangkat dari laporan ini, KPK berkolaborasi dengan setidaknya 10 instansi yaitu Kemenko Polhukam, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ATR/BPN, KPP Pratama Sorong, KSOP Sorong, Pemerintah Daerah, unsur penegak hukum di Kota Sorong, serta Yayasan Auriga Nusantara.

Turut juga hadir dalam pertemuan Asisten 1 Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong Rahman yang menyampaikan bahwa menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2014, maka untuk minerba mengacu kepada aturan di Pemerintah Provinsi, tetapi pajak di Pemerintah Kota. Menurutnya aturan tersebut saat ini sedang dalam proses integrasi.

Tinggal 2 tahapan lagi. Pertambangan boleh dilakukan jika mempunyai izin provinsi. Untuk masalah reklamasi kalau memang itu maanfaatnya untuk Kota Sorong lebih besar, maka dimasukan dalam RTRW,” ujar Rahman.

Kehadiran tambang, tambah Rahman, seharusnya selain berdampak baik untuk ekonomi nasional juga berdampak baik pada ekonomi lokal. Namun faktanya, Pemkot telah dirugikan selama bertahun-tahun dan masyarakat juga terkena dampak.  Ia mengaku menyadari investasi dalam dunia usaha harus tetap dijalankan namun lingkungan juga perlu tetap diperhatikan sehingga diperlukan evaluasi perizinan dan juga setoran pajaknya.

Sementara itu, Eko Rudianto selaku Plt Direktur PPSDK Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan bahwa model kolaborasi semacam ini perlu terus didorong karena sumber daya alam harus dijaga. Ditambah, katanya, dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja, pelanggaran itu tidak semata-mata ujungnya pidana tetapi untuk kasus yang merusak, membahayakan lingkungan dan manusia bisa langsung diutamakan pidana. Sebab, menurutnya, fokus hukum pidana tidak menyelesaikan masalah dampak di lapangan.

“Pencemaran dan perusakan untuk kasus sumber daya alam itu bagai 2 anak kembar. Koordinasi penting agar menyepakati siapa berperan apa. Orang melanggar itu bisa bermacam-macam karena tidak tahu, karena kebutuhan, dan karena keinginan. Sanksi administrasi sekarang itu ada dendanya,” kata Eko.

Jaga lingkungan

Di sisi lain, Kepala Loka PSPL Sorong, Santoso, menyampaikan bahwa mengacu pada dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau RZWP3-K Provinsi Papua Barat, lokasi penambangan sejumlah perusahaan merupakan Kawasan Strategis Nasional - Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati KSN09 dan Kawasan sempadan pantai.

“Kegiatan yang tidak diperbolehkan di kawasan pariwisata salah satunya pembuangan sampah dan limbah. Namun, kami tidak bisa menindaklanjuti karena menyangkut wilayah darat dan alhamdulilah saat ini semua instasi ada sehingga bisa berkolaborasi. Diperlukan informasi dan data dari instansi yang hadir untuk tindaklanjut kasus yang terjadi,” ujar Santoso.

KPP Sorong yang diwakili oleh Bambang Setiawan mengatakan bahwa kegiatan ini dapat jadi mirroring untuk wilayah lain terutama untuk kepatuhan beberapa perusahaan yang belum melaporkan SPT-nya. Dia menjelaskan, bahwa untuk pembayaran pajak keseluruhan baik itu 21, 22, 23, PPn final, Ppn impor, dan lainnya mengalami penurunan di tahun 2020 dan berdampak pada penerimaan negara.

Terkait sektor PBB-P5L, sebut Bambang, ada perbedaan antara luas IUP yang jauh lebih besar dibandingkan dengan SPOP.  Karenanya, Bambang menilai, koordinasi dalam hal ini perlu dilakukan karena luasan IUP yang ada di lapangan dengan yang dilaporkan berbeda.

Pertemuan dilanjutkan dengan peresmian pos pantau pengangkutan hasil tambang galian C oleh Walikota Sorong dan kunjungan lapangan ke 5 perusahaan yang terdapat di lokasi wisata Tanjung Kasuari. Pos pantau tersebut diharapkan dapat menjadi referensi Pemda terkait akurasi jumlah rit dan volume galian yang dibawa dari lokasi tersebut.

Dalam kunjungan lapangan, KPK juga mengingatkan seluruh pelaku usaha agar mematuhi aturan antara lain menyiapkan kolam timbun, menutup bak truk, melunasi pajak galian C mengacu kepada Perda Kota Sorong nomor 1 tahun 2020, serta menyampaikan salinan surat jalan di pos pantau setiap saat truk melintas dan mencantumkan volume pada bukti pembayaran pajak self-assesment.

Sedangkan kepada Pemkot Sorong KPK meminta untuk memastikan Bapenda menjadi penagih pajak dan Dinas teknis mendukung data seperti volume tambang, serta memastikan pemberian sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang tidak kooperatif.

Terakhir, KPK menekankan pentingnya kolaborasi seluruh perangkat pemerintah untuk mencegah kebocoran dan menindak tegas pelanggaran pencemaran perairan akibat tambang galian C. Diharapkan juga terdapat sinergi dalam penanganan dampak aktivitas tambang.

“Data tersebut juga kemudian dapat menjadi acuan untuk penagihan pajak galian C. Bicara pelanggaran pajak daerah, tahun 2020 lalu masuk hanya sekitar Rp1,5 Miliar dan tahun ini belum ada masuk sama sekali pajak Kota Sorong, dan pajak mineral bukan logam. Padahal dari perhitungan kasar saja, tidak kurang potensi pajaknya Rp30 Miliar dalam setahun ke Pemda,” tutup Dian.

 

Tags:

Berita Terkait