Perkembangan dan Permasalahan Hukum Fintech
Waspada Fintech ilegal

Perkembangan dan Permasalahan Hukum Fintech

Di tengah perkembangan yang pesat, ada beragam persoalan hukum di industri fintech. Masyarakat jangan terbuai dengan kemudahan dalam mendapatkan pinjaman, tapi perlu diperhatikan juga risiko hukum yang mungkin timbul.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

Sumber: OJK

 

OJK merasa inovasi keuangan digital perlu diarahkan agar menghasilkan inovasi yang bertanggung jawab, aman, mengedepankan perlindungan konsumen dan memiliki risiko yang terkelola dengan baik. Sesuai dengan Peraturan OJK 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, OJK mengawasi penyelenggara P2P yang berstatus terdaftar atau berizin dan hingga 12 Desember 2018 telah mencapai 78 penyelenggara.

 

“OJK mengarahkannya agar (fintech –red) bermanfaat untuk perekonomian nasional dan kepentingan masyarakat luas serta mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat,” kata Ketua OJK Wimboh Santoso saat membuka seminar “Fintech Goes To Campus – Kolaborasi Milennial Dan Fintech Menyongsong Revolusi Industri 4.0” di Universitas Sebelas Maret, Solo, Sabtu (9/3) lalu.

 

Di tengah perkembangan fintech, sayangnya masyarakat tidak menyadari apakah penyelenggara fintech yang meminjamkan dana merupakan perusahaan yang legal atau ilegal. Terkait hal hal ini OJK memastikan bahwa penyelenggara Fintech Peer To Peer Lending yang tidak terdaftar atau tidak berizin dari OJK dikategorikan sebagai P2P ilegal. OJK mengingatkan keberadaan P2P ilegal tidak dalam pengawasan pihak manapun, sehingga transaksi dengan pihak P2P ilegal sangat berisiko tinggi bagi para penggunanya.

 

Belakangan perkembangan fintech ‘ternoda’ dengan maraknya usaha-usaha fintech ilegal. Kondisinya bisa dibilang cukup memprihatinkan. Jenis-jenis pelanggaran hukum yang dilakukan fintech ilegal beragam, bisa berupa penagihan yang kasar hingga pelecehan seksual. Selain itu, tingginya bunga pinjaman hingga pencurian data pribadi melalui telepon seluler konsumen yang dilakukan perusahaan fintech menimbulkan dampak buruk terhadap konsumen.

 

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L. Tobing, mengatakan berdasarkan deteksi servernya, kebanyakan server fintech-fintech ilegal berasal dari Indonesia, kemudian dari Amerika Serikat, Singapura, Cina dan Malaysia. Sedangkan modus penyelenggara fintech ilegal adalah mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat tanpa mempedulikan aturan perundang-undangan yang berlaku.

 

“Jadi mereka membuat aplikasi di situs, appstore gawai tanpa memiliki izin atau terdaftar di OJK,” kata Tongam.

 

Tongam mengatakan setiap fintech lending yang telah terdaftar/berizin dari OJK telah dilarang untuk mengakses daftar kontak, berkas gambar dan informasi pribadi dari smartphone pengguna fintech lending yang tidak berhubungan langsung dengan pengguna. Kemudian, setiap bentuk kerja sama Penyelenggara dengan pihak ketiga, antara lain kerja sama penagihan, wajib disampaikan kepada OJK untuk dilakukan penilaian apakah kerja sama dapat dilanjutkan atau tidak.  

Tags:

Berita Terkait