Perkembangan dan Permasalahan Hukum Fintech
Waspada Fintech ilegal

Perkembangan dan Permasalahan Hukum Fintech

Di tengah perkembangan yang pesat, ada beragam persoalan hukum di industri fintech. Masyarakat jangan terbuai dengan kemudahan dalam mendapatkan pinjaman, tapi perlu diperhatikan juga risiko hukum yang mungkin timbul.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Sekadar catatan, sampai Februari 2019 sudah ada 99 perusahaan fintech peer to peelending yang terdaftar dan berizin OJK. Hingga pertengahan Maret 2019, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan 168 entitas fintech ilegal. Satgas juga mengklaim telah mendeteksi 803 entitas fintech ilegal. Satgas juga sudah meminta Kemkominfo untuk menutup fintech ilegal tersebut.

 

“Kami meminta masyarakat untuk tidak melakukan pinjaman terhadap Fintech Peer-To-Peer Lending tanpa terdaftar atau izin OJK tersebut, agar tidak dirugikan ulah Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal tersebut,” kata Tongam.

 

Hukumonline.com

Sumber: OJK

 

Sementara LBH Jakarta mencatat hingga Februari 2019 telah menerima sekitar 3 ribu pengaduan masyarakat terkait fintech ilegal. Selain LBH Jakarta, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menerima 426 pengaduan yang mengadukan 510 platform fintech P2P lending selama periode Januari - Maret 2019.

 

Mayoritas laporan yang masuk adalah mengenai minimnya informasi yang diberikan oleh pelaku usaha terkait proses pinjam meminjam seperti besaran bunga, biaya administrasi. Kemudian terkait tingginya biaya bunga dan administrasi, proses penagihan yang di dalamnya terdapat tindak pidana fitnah, penipuan, pengancaman dan penyebaran data pribadi hingga sampai pada pelecehan seksual.

 

“Berdasarkan penelitian kami kemarin banyak aplikasi yang memberikan bunga sebesar 350 persen dalam 90 hari, dan juga sulit berkontak dengan debt collector maka konsumen mencari alamat perusahaan terkait tapi perusahan terkait tidak menyediakan alamat kantor,  email maupun nomor telepon yang bisa dihubungi,” kata Jeanny.

 

Hukumonline.com

Sumber: Diolah dari Hasil Riset

 

Seolah-olah memberikan keuntungan, ternyata kegiatan fintech ilegal justru menjebak dan merugikan masyarakat. Korban dikenakan bunga dan denda yang tinggi, jangka waktu yang singkat, menyalin daftar kontak yang kemudian dipergunakan untuk mengintimidasi atau meneror korbannya kalau tidak mau melunasi pinjaman.

 

Permasalahan ini menjadi perhatian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, berpendapat selain OJK bertindak tegas terhadap perusahaan fintech ilegal, konsumen diminta membaca dengan cermat persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan fintech sebelum bersepakat. Sebab, teror yang dialami konsumen bisa jadi bermula dari ketidaktahuan konsumen memahami persyaratan teknis yang ditentukan oleh perusahaan fintech tersebut.

 

“Konsumen tidak memahami bagaimana besaran bunga yang ditentukan dan mekanisme cara penagihan oleh perusahaan online kepada konsumennya,” kata Tulus.

 

Tags:

Berita Terkait