Refleksi Sistem Pemerintahan Indonesia dalam Legislasi
Kolom

Refleksi Sistem Pemerintahan Indonesia dalam Legislasi

Dalam proses legislasi perlu melihat kembali sistem negara modern yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan negara dan adanya saling mengawasi antara cabang kekuasaan tersebut.

Bacaan 2 Menit

Penulis sependapat dengan Zainal Arifin Mochtar, sehingga proses pengesahan akhir ini sebagai tahapan yang sia-sia, padahal dalam negara modern setiap tahapan dalam pembuatan membuat impikasi secara substansi, sebagaimana dalam sistem presidensial murni dan sistem parlementer murni di mana pengesahan undang-undang tidak dipersempit hanya dengan daluwarsanya waktu 30 hari, tetapi perlunya proses persetujuan Presiden/Raja untuk RUU menjadi undang-undang yang mengikat di suatu negara.

Dalam dimensi politik, Presiden Indonesia sering menjadi pihak yang ditekan oleh publik ketika adanya RUU yang dianggap kontroversial yang telah lolos di paripurna. Dalam kondisi demikian, presiden ditempatkan dalam posisi dilematis untuk tidak menghormati persetujuan sendiri dalam paripurna (yang diwakili oleh pembantunya dengan dinamika politik yang telah disebut di awal) atau dianggap tidak berpihak kepada publik.

Padahal proses penolakan untuk mengesahkan RUU menjadi UU tidak berakibat secara hukum hanya sebagai berimplikasi secara politik. Kemudian terkadang ditemui tuntutan akan adanya penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai jalan keluar atas RUU kontroversial yang telah diparipurnakan di DPR, dipandang secara hukum tata negara akan membuat frase “kegentingan yang memaksa” menjadi persoalan kepastian hukum penerapan dan penafsirannya.

Akhir kata sebagai refleksi terhadap sistem pemerintahan Indonesia khususnya dalam proses legislasi perlu melihat kembali sistem negara modern yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan negara dan adanya saling mengawasi antara cabang kekuasaan tersebut agar berjalannya suatu negara dengan cabang kekuasaannya dapat saling mengawasi dan menyeimbangkan. Selain itu, perlu juga diingat dalam tataran teknis dan praktis dalam beban aparatur pemerintah dan beban anggaran dalam kondisi negara Indonesia saat ini.

*)Kartika Saraswati, Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, saat ini sedang menempuh Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait