Sejumlah Catatan Kritis atas Permenaker Outsourcing
Berita

Sejumlah Catatan Kritis atas Permenaker Outsourcing

Outsourcing perlu diatur dalam UU khusus atau revisi UU Ketenagakerjaan; harus ada sanksi tegas kepada pihak yang melanggar; hingga pekerja outsourcing mempunyai hak yang sama dengan pekerja di perusahaan pemberi pekerjaan, seperti upah, jaminan sosial, dan pesangon ketika mengalami PHK.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Ike, dalam putusan MK No.27/PUU-IX/2011 terhadap uji materi UU Ketenagakerjaan, MK menjelaskan perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerjanya bisa menggunakan mekanisme perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Ketentuan mengenai PKWT diatur dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan, tapi aturan ini tidak tepat jika digunakan untuk pekerja outsourcing mengingat perjanjian kerja akan habis dalam waktu tertentu.

 

Sementara dalam putusan MK itu, intinya pekerja outsourcing bisa terus bekerja selama pekerjaan itu ada dan sekalipun perusahaan outsourcing tempat dia bekerja harus diganti oleh perusahaan outsourcing lain. Selain itu dalam PKWT yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan melibatkan 2 pihak yaitu perusahaan dan pekerja. Tapi dalam outsourcing dengan mekanisme PJP biasanya melibatkan 3 pihak yakni perusahaan outsourcing, perusahaan pemberi pekerjaan, dan pekerja outsouricng.

 

Ike mencatat sejumlah negara yang memiliki UU khusus tentang Outsourcing yakni Cina, Inggris, Korea Selatan, Perancis, dan Jepang. Di berbagai negara itu, pekerja punya pilihan apakah mau dipekerjakan secara permanen atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau outsourcing (PKWT)? Mekanisme outsourcing sangat fleksibel karena pekerjaan yang diampu pekerja bisa dikerjakan di tempat lain atau luar kantor. “

 

“Jam kerja juga diatur sangat fleksibel sesuai keinginan pekerja dan kebutuhan perusahaan. Intinya aturan mengenai outsourcing ini sangat melindungi pekerja, tapi tidak kaku,” sebutnya.

 

Dari penelitiannya tentang praktik outsourcing di berbagai negara tersebut, Ike mengatakan outsourcing dapat menyerap banyak tenaga kerja. Di Filipina kegiatan outsourcing mampu mendongkrak ekonomi. Aturan outsourcing menurut Ike juga harus memuat sanksi yang tegas kepada pihak yang melakukan pelanggaran. Misalnya, di Jerman ada ketentuan yang mengatur sanksi berupa denda hingga miliaran jika ada pihak yang tidak tunduk peraturan outsourcing.

 

Beberapa aturan yang berlaku di sejumlah negara itu antara lain upah pekerja outsourcing minimal sama seperti pekerja di perusahaan pemberi pekerjaan. Perusahaan outsourcing tidak boleh memotong atau mengutip upah dari pekerja outsourcing karena perusahaan pemberi pekerjaan telah membayar sejumlah ongkos kepada perusahaan outsourcing. Pekerja outsourcing juga berhak mendapat asuransi dan jaminan sosial. Menurut Ike, harus ada sanksi yang dapat memberikan efek jera guna mencegah pelanggaran dalam praktik outsourcing ini.

 

“Filipina menentukan batas minimal ongkos yang dibayar perusahaan pemberi pekerjaan kepada perusahaan outsourcing. Batas minimum ini untuk mencegah perusahaan outsourcing ‘nakal’,” tuturnya. Baca Juga: Ini Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing

Tags:

Berita Terkait