Sektor Hulu Migas Perlu Dikecualikan dari Rezim Perpajakan
Berita

Sektor Hulu Migas Perlu Dikecualikan dari Rezim Perpajakan

Kecuali jika pemerintah bersama investor melakukan renegosiasi PSC dengan tidak membebankan bagi hasil yang besar untuk pemerintah, rezim perpajakan bisa diterapkan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Atas dasar itu pula ia menekankan pemerintah harus berhati-hati jika ingin menarik pajak dari sektor hulu migas.

 

“Sejak UU Migas berlaku, ini enggal pernah menjadi masalah krusial, akhir-akhir ini saja karena kita paham Menkeu ingin menggali potensi pajak di Indonesia, salah satu potensi perusaahan migas. Namun ini perlu dipertimbangkan lagi, migas memberikan kontribusi besar kepada negara sebesar 60 persen bahkan ada yang 70 persen berbanding 30 persen di PSC. Kalau berhasil bisa klaim cost recovery kalau enggak berhasil ya rugi sendiri. Saya kira tidak fair jika mereka sudah kontribusi 60-70 persen ke negara tapi kemudian harus dikenakan berbagai macam kebijakan fiskal,” tambahnya.

 

Jika pemerintah tetap ingin memberlakukan rezim perpajakan kepada sektor hulu migas, lanjutnya, maka jelas kebijakan ini akan memberatkan investor. Kecuali jika kedua belah pihak melakukan renegosiasi bagi hasil dengan membalikkan besaran menjadi 30-40 persen untuk pemerintah, dan 60-70 persen untuk investor, maka sangat terbuka kemungkinan untuk menarik pajak dari sektor ini.

 

Kemudian ia mengingatkan, jika pemerintah tidak berhati-hati menerapkan rezim perpajakan untuk sektor hulu migas, maka akan memunculkan beberapa risiko seperti munculnya persoalan terkait pemenuhan migas dalam negeri, dan berkurangnya devisa penerimaan negara dari sekor hulu migas.

 

“Sementara kaitan dengan ketahanan energi, itu sangat kompleks. Kalau Indonesia itu investasi migasnya turun terus, kita akan terus mengandalkan impor minyak nantinya,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait