Sikap MK Soal Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Timses Capres-Cawapres
Utama

Sikap MK Soal Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Timses Capres-Cawapres

Menurut Mahkamah, advokat yang menjadi pimpinan OA dan ditunjuk menjadi tim sukses Capres-Cawapres sebagai bentuk kesediaan advokat yang bersangkutan memberikan bantuan hukum kepada siapapun tanpa memandang agama, ras, suku, keturunan, dan keyakinan politik.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Polemik pimpinan advokat merangkap menjadi pimpinan tim sukses (timses) salah satu pasangan Capres-Cawapres dalam pemilu sampai berlabuh ke MK. Advokat Deddy Rizaldy Arwin Gommo mengajukan permohonan uji materil Pasal 28 ayat (3) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam petitumnya meminta mahkamah menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU 18/2003 sebagaimana telah dimaknai putusan 91/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 tidak berkekuatan hukum tetap.

Sepanjang tidak dimaknai ‘Pimpinan Organisasi Advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta menduduki pimpinan tim sukses pemenangan calon presiden dan wakil presiden’.

Lalu, MK melalui Putusan No. 22/PUU-XXII/2024 menolak permohonan tersebut. Membacakan pertimbangan putusan, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, mengatakan advokat adalah pemberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, berupa pemberian konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Jika advokat sekaligus pimpinan organisasi advokat diberlakukan pembatasan untuk tidak memberikan jasa hukum yang diberikan berkaitan erat dengan aktivitas hukum melekat dalam tim sukses Capres-Cawapres yang bersangkutan, maka terhadap advokat yang sekaligus sebagai pimpinan OA justru dapat dikenakan tindakan mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya.

“Artinya, memberikan larangan terhadap advokat yang menjabat sebagai pimpinan organisasi advokat yang tergabung dalam tim sukses pemenangan pasangan Capres-Cawapres adalah sama halnya menghadapkan advokat yang bersangkutan untuk dapat dikenakan sanksi karena telah melakukan pelanggaran etik,” kata Yusmic membacakan sebagian pertimbangan putusan No. 22/PUU-XXII/2024, Rabu (20/3/2024) pekan kemarin.

Bahkan, Daniel menyebut advokat yang bersangkutan dapat dituntut secara perdata karena dianggap menghindarkan diri dari kewajiban membela klien. Di mana advokat wajib membela kliennya termasuk di luar proses peradilan. Apalagi dalam menjalankan profesinya advokat dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, (kepentingan/afiliasi, red) politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.

Bagi Mahkamah, advokat yang menjadi pimpinan organisasi advokat dan ditunjuk menjadi tim sukses pemenangan Capres-Cawapres sebagai bentuk kesediaan advokat yang bersangkutan memberikan bantuan hukum kepada siapapun tanpa memandang agama, ras, suku, keturunan, dan keyakinan politik. Hal itu sulit dipisahkan dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam menjalankan profesi dan kedudukan sebagai anggota tim sukses pemenangan Capres-Cawapres semata.

Tags:

Berita Terkait