Somasi Kedua Moeldoko, Riset ICW Bentuk Kontrol Penyelenggaraan Pemerintahan
Utama

Somasi Kedua Moeldoko, Riset ICW Bentuk Kontrol Penyelenggaraan Pemerintahan

Bila Moeldoko membantah seharusnya dengan kajian atau riset serupa, bukan malah akan menempuh jalur hukum. Langkah somasi bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat dan kritik terhadap jalannya roda pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepostime.

Rofiq Hidayat
Bacaan 8 Menit

“Jangan lupa dalam Pasal 28F UUD 1945 membolehkan data dan informasi diolah untuk kepentingan umum dan menyebarkan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” ujarnya mengingatkan.

Feri menilai Moeldoko memiliki hak menampik tudingan hasil kajian ilmiah, tapi dengan kajian serupa, bukan dengan ancaman proses hukum. Dia mengingatkan Pasal 10 UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur asas-asas umum pemerintahan yang baik, diantaranya asas tidak menyalahgunakan kewenangan dan keterbukaan. Sebagai pejabat negara, Moeldoko semestinya merespon dengan data. Misalnya, ketika informasi dan data yang disampaikan ICW tak lengkap, Moeldoko dapat melengkapinya. “Bahkan mungkin bisa membantah ketidakbenaran informasi yang disampaikan ICW,” katanya.

Menyayangkan somasi kedua

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim menyesalkan Moeldoko melayangkan somasi kedua kalinya. Di era demokrasi dan serba keterbukaan informasi, langkah Moeldoko menambah merosotnya indeks demokrasi di Indonesia. Baginya sebagai pejabat negara, tak boleh reaktif terhadap kritik masyarakat sipil.

“Moeldoko seharusnya bisa mengkaji terlebih dahulu hasil risetnya. Kemudian dijawab dengan riset kalau dinilai ada yang kurang tepat dari hasil riset ICW. Bukan malah mensomasi dengan tindakan represif,” kata dia dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, kritik masyarakat sangat dibutuhkan bagi pemerintah dalam penanganan pandemi demi keselamatan publik. Apalagi belajar dari awal-awal penanganan pandemi, pemerintah terlalu meremehkan masuknya Covid-19 ke Indonesia dan penanganannya tidak optimal. Angka pasien Covid-19 dan meninggal pun terus meningkat. Mirisnya dana bantuan sosial di korupsi. Melalui keteledoran pemerintah itulah menjadi penting kritik-kritik masyarakat demi perbaikan tata kelola pemerintahan.

“Tentu kami akan melawan ini semua dengan masyarakat sipil lain, kalau KSP tidak mencabut somasi karena tidak mencerminkan demokrasi di Indonesia,” katanya.

Hukumonline.com

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim.

Anggota Divisi Hukum Kontras, Adelita Kasih menilai tindakan somasi menunjukan resistensi pejabat publik terhadap kritik masyarakat sipil. Dia berpendapat riset ICW bukan kali pertama dalam mengkritisi jalannya roda pemerintahan. Sebab, kajian ICW sebagai bagian memastikan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. “Terlebih, yang dilakukan ICW berdasarkan penelitian didasarkan kajian ilmiah didukung data dan fakta,” kata Adelita.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait