Sri Mamudji: Jadi Pustakawan Hukum itu Menyenangkan
Profil

Sri Mamudji: Jadi Pustakawan Hukum itu Menyenangkan

Menjadi pustakawan hukum adalah pekerjaan yang menyenangkan. Begitulah pernyataan bernada optimisme dari Sri Mamudji. Seorang pustakawan bisa mengetahui lebih dahulu informasi dan perkembangan ilmu hukum. Sebab, untuk menentukan klasifikasi, seorang pustakawan harus membaca buku tersebut meskiun tak seluruh isinya.

CR-9
Bacaan 2 Menit

 

 

 

Banyak tidak sarjana hukum yang mendalami ilmu ini?

Saya tidak tahu jumlahnya. Tapi sepengetahuan saya, setelah saya ada lagi yang ambil S2 master lawlib. Cuma saya tidak kenal. Tapi memang tidak begitu banyak. Karena programnya setahu saya cuma ada di kampus saya dulu. Malah sekarang sudah digabung dengan master library science. Cuma tesisnya nanti bisa dikhususkan ke lawlib.

 

 

 

Bagaimana Anda melihat perkembangan perpustakaan hukum di Indonesia?

Bagi beberapa universitas, yang jadi masalah adalah aturan di perguruan tinggi itu hanya boleh ada perpustakaan pusat. Padahal, beberapa universitas memiliki jumlah perpustakaan yang lebih banyak dari jumlah fakultasnya karena memang kebutuhannya seperti itu, termasuk perpustakaan hukum. Di UI perpustakaannya ada 18, selain tingkat universitas, fakultas dan beberapa jurusan juga punya perpustakaan sendiri. Di UGM malah ada 45 perpustakaan.

 

 

 

Tapi secara finansial, sebenarnya memang lebih baik dipusatkan karena universitas yang menanggung biayanya. Jadi pengadaan buku dan fasilitas bisa lebih baik. Sebab, memang masih banyak perpustakaan hukum yang perlu perhatian lebih. Ada satu fakultas hukum yang saya tahu, buku-bukunya justru lebih banyak di ruang dekan.

 

 

 

Minat baca mahasiswa di perpustakaan fakultas hukum?

Sejak sistem SKS, minat baca di Fakultas Hukum sangat jauh lebih tinggi. Sebab ada kewajiban kan dari kelas, dosen memberikan tugas yang harus dicari di perpustakaan. Jaman sebelum sks, saat saya jadi kepala perpustakaan, kurang sekali. Ada malah mahasiswa yang baru datang ke perpustakaan saat akan menulis skripsi, sebelumnya tidak pernah sama sekali.

 

 

 

 

 

Bagaimana hubungan antar pustakawan hukum di Indonesia?

Kita punya jaringan dokumentasi dan informasi hukum (JDIH). Ini forum semua perpustakaan hukum, perguruan tinggi, kantor pengacara, pemda, biro hukum. Itu anggota kita. Dijadwalkan setahun sekali ketemu. Masalahnya, jalannya forum agak tersendat. Justru masing-masing anggota lebih maju sendiri-sendiri. Soalnya koordinasi di bawah BPHN sulit.

 

Padahal, niatnya bagus, untuk melengkapi kekurangan bahan di masing-masing perpustakaan yang ada. Sebab, tidak ada di Indonesia perpustakaan yang benar-benar lengkap. Jadi dengan jaringan ini, niatnya siapapun bisa saling meminjam buku. Misalnya kalau orang Universitas Padjadjaran Bandung (Unpad) mau pinjam buku yang ada di UI, dia tidak perlu datang ke  UI. Cukup pinjam di Unpad saja. Nanti perpustakaan Unpad yang akan meminjamkan ke UI, dan sebaliknya. Intinya untuk pinjam silang.

 

 

 

Sistem ini sebenarnya sudah jalan secara internasional. Indonesia sendiri juga bagian dari jaringan internasionalnya. Kita bisa pinjam buku di library of congress amerika dengan mendatangi perpustakaan nasional di Jakarta.  Di JDIH, tadinya sudah akan jalan. Dulu, idenya setiap anggota jaringan mengirim katalog koleksi yang dimiliki untuk disatukan dalam katalog induk di BPHN. Kami (UI) sudah menyetor katalog yang dimiliki untuk disatukan dengan data yang lain. Tapi hingga saat ini tidak ada kelanjutannya.

Tags: