Telaah Eksistensi Peradi Pasca Putusan Mahkamah Agung
Kolom

Telaah Eksistensi Peradi Pasca Putusan Mahkamah Agung

Eksistensi keorganisasian Peradi inilah yang agaknya masih mengandung sesuatu yang belum tuntas didamaikan ketika pendekatan litigatif senantiasa dikemukakan.

Bacaan 7 Menit

Menjalankan Eksistensi

Guna menjawab pertanyaan mengenai quo vadis eksistensi Peradi, utamanya pasca Putusan Mahkamah Agung Nomor 3085 K/PDT/2021 tanggal 4 November 2021, tentu jawabannya adalah Peradi harus melaksanakan single bar system di bawah kepengurusan yang memiliki legitimasi, baik menurut UU Advokat, Putusan Mahkamah Konstitusi maupun Putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap.

Filsafat eksistensialisme yang memberikan modalitas teoritik bagi setiap pengurus Peradi yang sah maupun adanya kondisi tantangan kelembagaan dengan kondisi kekinian, tentu menjadi tantangan yang mendewasakan. Bahkan ketika Peradi sebagai salah satu bagian dari sistem peradilan, ternyata diperhadapkan dengan suatu produk hukum dari penegak hukum lain yang asinkron dengan konsep single bar system dengan hadirnya Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015.

Ketika para pengurus Peradi mampu menjalankan eksistensialismenya dengan sangat baik, maka tidak menutup kemungkinan bahwa single bar system yang dicitakan, benar-benar terwujud dengan eksistensi Peradi yang menyatukan seluruh kekuatan dan potensi officium nobile para advokat Indonesia. Sebuah kondisi yang sekaligus menepis terjadinya konflik di tubuh Peradi yang tidak berkesudahan dengan gugatan demi gugatan yang dimunculkan selanjutnya oleh siapapun dalam konteks apapun.

*)Shalih Mangara Sitompul adalah seorang advokat/Wakil Ketua Umum DPN Peradi.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait