Tepatkah Tuntutan Pidana Mati pada Heru Hidayat?
Terbaru

Tepatkah Tuntutan Pidana Mati pada Heru Hidayat?

Tuntutan pidana hukuman mati dianggap berlebihan, menyalahi aturan, dan sekadar mencari sensasi.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

 

Perihal kerugian negara yang ditimbulkan sendiri; masih menimbulkan perdebatan karena perbedaan persepsi. Memang, PT Asabri adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, dana yang ada di Asabri berasal dari iuran anggota TNI-Polri dan terpisah dari keuangan negara. Chairul berharap, pengadilan harus melakukan evaluasi, terlebih untuk mencegah ketidakpercayaan publik terhadap kejaksaan. 

 

Unsur Kerugian Negara Tidak Terbukti

Sementara itu, Partner NKHP Law Firm sekaligus Penasihat Hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menilai, tuntutan hukuman mati berlebihan dan menyalahi aturan. Serupa dengan Chairul, Kresna menegaskan bahwa pasal yang digunakan tidak tepat. Kresna bahkan menyebut tuntutan ini sebagai bentuk ‘abuse of power’—sebab mulanya, JPU tidak menyertakan pasal ini ke dalam dakwaannya.

 

“Dari awal surat dakwaan, tentunya JPU sudah menyadari tidak mungkin menerapkan Pasal 2 ayat (2). Makanya, JPU tidak menyertakan pasal ini ke dalam dakwaannya. Kenapa sekarang tiba-tiba malah menuntut mati? Tuntutan di luar dakwaan jelas tidak sesuai aturan, berlebihan, dan di luar  wewenang,” kata Kresna.

 

Fakta persidangan menunjukkan, tidak ada bukti yang menyatakan Heru Hidayat menerima aliran uang Rp12 triliun yang dituduhkan JPU. Ia juga terbukti tidak memberikan apa pun kepada pejabat Asabri. Selain itu, unsur kerugian negara juga tidak terbukti, sebab saat ini ASABRI masih memiliki saham-saham dan unit penyertaan dalam reksadana. BPK pun tidak pernah menghitung keuntungan yang diperoleh ASABRI dalam penjualan saham periode 2012-2019.

 

Merasa tuntutan telah mencederai rasa keadilan, Kresna pun telah mempersiapkan langkah lanjutan dalam pembelaan, terlebih untuk mengungkap kejanggalan yang ada dalam perkara tersebut. 

 

“Kami sangat meyakini dan berharap Majelis Hakim yang Mulia tidak akan bertindak seperti JPU dalam membuat putusan di luar dakwaan. Sebab, dalam KUHAP jelas diatur, dalam membuat putusan Majelis Hakim harus berdasarkan dakwaan, yaitu dakwaan terbukti atau tidak terbukti. Kami di pengadilan ini kan untuk menegakkan hukum dan mencari keadilan, bukan mencari nama atau membuat sensasi,” pungkas Kresna. 

 

Sebagaimana dilansir dari Antara, bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus, pada Senin (6/12), JPU telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa Heru Hidayat, yaitu ‘Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan primer dan kedua primer, menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati’.

Tags:

Berita Terkait