Tiga Jenis Perbaikan Layanan untuk Peserta JKN-KIS
Berita

Tiga Jenis Perbaikan Layanan untuk Peserta JKN-KIS

Yakni antrian elektronik, informasi ketersediaan tempat tidur, dan cuci darah (hemodialisa) tanpa rujukan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, display ketersediaan tempat tidur. Budi mengatakan salah satu keluhan peserta ketika datang ke RS yakni mereka tidak bisa mendapat ruang perawatan atau tempat tidur penuh. Absennya informasi mengenai ketersediaan tempat tidur di RS membuat peserta berprasangka bahwa RS tersebut menolak peserta JKN-KIS.

 

Tercatat tahun 2017, sebanyak 793 RS sudah menyediakan informasi ketersediaan tempat tidur. Tahun depan (2020) seluruh RS diimbau untuk menyediakan informasi tersebut dan mudah diakses peserta. “Ketersediaan informasi itu akan memberi kepastian bagi peserta untuk mendapat ruang perawatan (rawat inap),” ujarnya.

 

Ketiga, pelayanan cuci darah (hemodialisa) tanpa rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Budi menyebut tahun 2017, peserta JKN-KIS yang ingin mendapatkan layanan cuci darah harus mengantongi rujukan yang berlaku paling lama 3 bulan. Jika masa berlakunya habis, peserta harus mengunjungi FKTP untuk mendapatkan rujukan tersebut. Rujukan yang berlaku selama 3 bulan ini ternyata membuka celah bagi orang lain yang tidak berhak untuk memanfaatkan rujukan tersebut.

 

Sebagai upaya membenahi masalah itu, Budi mengatakan mulai tahun depan peserta JKN-KIS yang memerlukan layanan cuci darah tidak perlu lagi mengantongi rujukan. Peserta bisa langsung menyambangi RS yang memiliki fasilitas rekam sidik jari (finger print) sebagai pengganti eligibilitas surat rujukan.

 

“Mulai tahun depan pasien yang butuh cuci darah tidak perlu lagi mengantongi rujukan dari FKTP. Mekanisme ini diharapkan makin memudahkan dan tidak merepotkan peserta JKN-KIS,” tegasnya.

 

Ketua Umum Arssi, Susi Setiawaty mengatakan RS swasta berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan terhadap peserta JKN-KIS. Untuk menerapkan antrian elektronik, kemampuan setiap RS swasta berbeda-beda. Tapi yang jelas RS swasta harus merogoh kocek sendiri untuk menyediakan sistem antrian elektronik tersebut. Bagi RS yang sudah menggunakan antrian elektronik, maka akan lebih mudah untuk mengembangkannya.

 

“Bagi RS swasta yang belum menggunakan sistem antrian elektronik, maka dia harus berinvestasi lebih tinggi,” kata Susi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait