Tipisnya Batas Antara Profesi Advokat dan Komersialisasi Hukum
Terbaru

Tipisnya Batas Antara Profesi Advokat dan Komersialisasi Hukum

Ketika profesi dan bantuan hukum menjadi bisnis, maka profesi hukum menjauh dari spirit dasarnya. Profesi itu pekerjaan, tapi tidak semua pekerjaan itu profesi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
 Peneliti Pusat Kajian Law & Social Justice Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada Widodo Dwi Putro dan Wakil Presiden KAI, TM Luthfi Yazid dalam diskusi daring bertema Book Club: Etika Profesi Hukum, Jumat (13/10/2023). Foto: Tangkapan layar zoom
Peneliti Pusat Kajian Law & Social Justice Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada Widodo Dwi Putro dan Wakil Presiden KAI, TM Luthfi Yazid dalam diskusi daring bertema Book Club: Etika Profesi Hukum, Jumat (13/10/2023). Foto: Tangkapan layar zoom

Kode etik merupakan elemen penting untuk menjaga marwah suatu profesi. Tak terkecuali profesi hukum. Tak sedikit pegiat hukum yang patut diteladani kiprahnya selama menjalani profesi hukum karena menjunjung kode etik profesi. Mulai dari advokat, jaksa, dan hakim seperti Munir Said Thalib, Yap Thiam Hien, Baharuddin Lopa, Artidjo Alkotsar, dan lainnya.

Peneliti Pusat Kajian Law & Social Justice Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada Widodo Dwi Putro, mengatakan sayangnya para tokoh hukum itu kurang dikenal mahasiswa hukum saat ini. Mahasiswa hukum lebih mengenal tokoh hukum, terutama advokat yang populer dikenal sebagai praktisi, bergaya hidup mewah, sering disorot media dan selebritas. Pemahaman mahasiswa terhadap sosok tokoh hukum itu menurut Widodo menunjukkan bagaimana pandangan publik terhadap ukuran kesuksesan profesi hukum.

“Kalau kita melihat bagaimana bantuan hukum di Indonesia mendekati industri hukum sehingga membawa profesi hukum lebih pada menjalankan bisnis ketimbang memberi bantuan hukum kepada pencari keadilan,” katanya dalam diskusi daring bertema Book Club: Etika Profesi Hukum, Jumat (13/10/2023).

Widodo  yang tercatat sebagai Dosen FH Universitas Mataram itu mengakui batas antara profesi hukum dan komersialisasi hukum sangat tipis. Ketika profesi dan bantuan hukum menjadi bisnis, maka profesi hukum menjauh dari spirit dasarnya. Merosotnya moral profesi hukum menjadi tantangan berat. Harus dipahami perbedaan antara profesi dan pekerjaan.

Baca juga:

Pekerjaan itu orang yang melakukannya tidak perlu disumpah. Profesi dalam bahasa latin disebut ‘profesus’ itulah yang menjadi spirit dasar profesi yakni panggilan untuk mengabdi secara sukarela kepada kepentingan masyarakat sesuai keilmuan dan keahliannya. Makna profesi menurut Widodo sering disalahartikan bahwa profesional berarti dibayar lebih tinggi ketimbang yang amatir.

Padahal spiritnya profesi adalah tak mengenal gaji, tapi mendapat honor yang artinya kehormatan. Oleh karena itu suatu profesi misalnya dokter tidak boleh menolak pasien karena alasan tidak mampu membayar. Sama seperti profesi hukum advokat misalnya, tidak boleh menolak untuk memberi bantuan atau layanan hukum. Mengingat bentuknya profesi, baru boleh berpraktik setelah diambil sumpahnya.

Tags:

Berita Terkait