Tutup karena Pandemi? Inilah 6 Cara Pembubaran Perseroan Terbatas
Utama

Tutup karena Pandemi? Inilah 6 Cara Pembubaran Perseroan Terbatas

Proses hukum pembubaran harus dilakukan hingga tuntas, agar tak menyisakan persoalan di kemudian hari.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
  1. Boedel pailit tidak mencukupi membayar biaya kepailitan.

Tidak cukupnya harta pailit untuk membayar biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, berdasarkan pasal 142 ayat (1) UU PT dapat berimplikasi pada pencabutan putusan pernyataan kepailitan atas usul Hakim Pengawas. Bila hal itu terjadi, maka pembubaran perseroan juga akan terjadi. Langkah lanjutannya, perseroan dalam hal ini harus mengkondisikan diselenggarakannya RUPS untuk menunjuk likuidator. Bila tidak, Direksi secara hukum akan dengan sendirinya bertindak sebagai likuidator. (Pasal 142 ayat 3 UU PT).

  1. Harta pailit berada dalam keadaan insolvensi

Pasca jatuhnya putusan pailit, maka harta pailit berada dalam keadaan insolvensi (staat van faillissement, state of bankcruptcy). Sejak saat itu, maka terjadilah pembubaran perseroan yang dilakukan sesuai dengan Pasal 142 ayat (1) huruf e UU PT.

Berdasarkan Pasal 187 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, setelah harta perusahaan berada dalam keadaan insolvensi, hakim pengawas di Pengadilan Niaga dapat mengadakan rapat kreditor. Rapat itu digelar untuk mendengarkan keterangan seperlunya mengenai tata cara pemberesan harta perseroan yang dinyatakan pailit.

  1. Dicabutnya izin usaha perseroan

Terakhir, menurut Pasal 142 ayat (1) huruf f UU PT, dicabutnya izin usaha perseroan juga akan berdampak pada pembubaran perseroan, bilamana izin yang dicabut itu merupakan satu-satunya jenis izin usaha yang dimiliki perseroan. Dalam kondisi ini, tidak memungkinkan bagi perseroan untuk melanjutkan usaha dengan bidang usaha lain. Tetapi bila perusahaan memang mengantongi beberapa izin usaha dan hanya satu di antaranya yang dicabut, maka dalam hal ini tidak terjadi pembubaran.

Pencabutan izin usaha perseroan adalah sanksi administratif yang diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Pejabat yang berwenang mengeluarkan keputusan berisi pencabutan izin usaha yang telah diberikan sebelumnya disertai alasan-alasan pencabutan.

Dalam ketentuan Pasal 142 ayat (2) UU PT, ditegaskan, bahwa pembubaran perseroan yang dilakukan berdasarkan salah satu dari keenam cara diatas, maka wajib diikuti dengan likuidasi (proses pencabutan status badan hukum perusahaan). Menariknya, memang teks kerap tak sama dengan praktek yang terjadi di lapangan. Faktanya, begitu lamanya proses pengurusan likuidasi membuat banyak PT membiarkan status badan hukum perusahaannya tetap ada kendati tak lagi beroperasi dan melakukan kegiatan (dormant). Sebelumnya, Partner Adisuryo Dwinanto & Co., Rizky Dwinanto membenarkan bahwa tidak sedikit perusahaan yang mangambil opsi ini.

Namun penting digarisbawahi, memilih opsi dormant membuat tanggungan hukum perusahaan harus tetap ditunaikan. Mengingat kondisi dormant menunjukkan bahwa perusahaan, pemegang saham dan direksi masih ada secara hukum. “Jadi kalau suatu saat ada masalah hukum, otomatis dia masih berkewajiban menyelesaikan masalah hukum itu,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait