Untung Rugi Ketika Antam, Bukit Asam, dan Timah ‘Melepas’ Status Persero
Holding BUMN Tambang

Untung Rugi Ketika Antam, Bukit Asam, dan Timah ‘Melepas’ Status Persero

Di satu sisi perusahaan akan lebih ‘lentur’ ketika melakukan aksi korporasi, namun hapusnya status Persero yang disandang tiga anggota Holding BUMN Industri Pertambangan sebelumnya dikhawatirkan membuat posisi ketiganya tidak menguntungkan salah satunya, terkait isu privatisasi.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 1 angka 2 PP Nomor 33 Tahun 2005 mendefinisikan Privatisasi dengan: “Penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.” Aziz melanjutkan, proses privatisasi juga tidak dapat dilakukan serta merta melainkan harus melalui sejumlah tahapan yang telah diatur rigid dalam ketentuan PP Nomor 33 Tahun 2005.

 

(Baca Juga: Menelaah Area Kritis Implementasi Beleid Holding BUMN Tambang)

 

Pasal 5 ayat (1) aturan tersebut mengatur tiga cara privatisasi, antara lain penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, penjualan secara langsung kepada investor, dan penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan. Menurut prosedur, pemerintah diwajibkan membentuk Komite Privatisasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang memiliki tugas diantaranya merumuskan dan menetapkan kebijakan dan pelaksanaan privatisasi serta menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi.

 

Komite yang beranggotakan Menteri Keuangan dan Menteri Teknis tempat perusahaan melakukan kegiatan usaha, dalam konteks Holding BUMN Industri Pertambangan adalah Menteri ESDM dan Menteri BUMN, memiliki tugas memberikan jalan keluar terbaik terkait permasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi. Program tahunan Privatisasi wajib terlebih dahulu mendapat arahan dan rekomendasi dari Komite Privatisasi dan Menteri Keuangan. poin-poin yang tercantum dalam program Privatisasi.

 

Selain harus menyusun rencana tahunan privatisasi yang berisi beberapa aspek penting mulai dari rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual. Selanjutnya, program tahunan privatisasi disampaikan kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi paling lambat setiap akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan.

 

Pasal 12 ayat (7) PP Nomor 33 Tahun 2005 mengatur, Menteri mengkonsultasikan program tahunan privatisasi kepada DPR. Namun, dalam pasal yang sama, dimungkinkan bagi Menteri untuk mengusulkan privatisasi yang belum dimasukan dalam program tahunan privatisasi sepanjang telah diputuskan oleh Komite Privatisasi dan dikonsultasikan dengan DPR. Pasal 3 ayat (1) aturan yang sama, menyebut, pemerintah dapat melakukan privatisasi setelah DPR memberikan persetujuan atas RAPBN yang di dalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil privatisasi.

 

“DPR tetap ada fungsi pengawasan lain, ketika berjalan, DPR bisa memanggil anak usaha. Tidak sedikit anak usaha yang dievaluasi,” kata Aziz.

 

Tags:

Berita Terkait