Yurisprudensi tentang Janji Menikahi yang Patut Direnungkan di Valentine Day
Utama

Yurisprudensi tentang Janji Menikahi yang Patut Direnungkan di Valentine Day

Pasangan yang ingkar janji dapat dihukum membayar ganti rugi. Ingkar janji menikahi ditegaskan sebagai perbuatan melawan hukum.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Pada Oktober 1997, Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan putusan mengabulkan gugatan penggugat sebagian. Majelis hakim menyatakan demi hukum bahwa tergugat tidak menepati janjinya untuk mengawini penggugat, oleh karena itu harus membayar kembali biaya yang pernah dikeluarkan penggugat untuk membiayai hidup tergugat selama tinggal bersama dengan penggugat tanpa ikatan perkawinan yang sah. Hakim mewajibkan tergugat membayar biaya sebesar 7,5 juta rupiah untuk biaya yang telah dikeluarkan, plus 10 juta rupiah untuk biaya pemulihan nama baik penggugat. Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan putusan ini.

 

Dalam putusan No. 3277 K/Pdt/2000, Mahkamah Agung menyatakan tidak dipenuhinya janji menikahi adalah pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, dan perbuatan demikian adalah perbuatan melawan hukum. Majelis hakim agung merujuk pada putusan terdahulu yaitu putusan MA No. 3191 K/Pdt/1984. Intinya, majelis menyatakan ingkar janji menikahi adalah perbuatan melawan hukum.

 

(Baca juga: Pernah Janji Menikahi Pacar? Hati-Hati Perangkap Onrechtmatigedaad)

 

Ingkar Janji Menikahi, Bayar 2 Juta Per Bulan (2011)

Putusan berikutnya yang layak direnungkan adalah perkara yang diputus Mahkamah Agung pada Agustus 2011. Peristiwanya terjadi di Papua, antara seorang pria berinisial DNA dengan perempuan berinisial ERC. Keduanya bertempat tinggal di distrik yang sama. Si pria bertugas sebagai aparat penegak hukum.

 

DNA dan ERC menjalin hubungan asmara sepengetahuan keluarga ERC. Bahkan DNA tinggal di rumah keluarga perempuan. Kasih sayang di antara keduanya begitu kuat sehingga dari hubungan itu lahir dua orang anak. Padahal keduanya belum terikat perkawinan yang sah. Keduanya memang berencana menikah. Bahkan si pria sudah mendapat izin menikah dari atasannya tertanggal 3 Maret 2008.

 

Sebelum pernikahan DNA-ERC terealisasi, terungkap bahwa pada Juli tahun itu, DNA menikah dengan perempuan lain. Merasa dirugikan, terutama secara psikologis, akhirnya ERC menempuh upaya hukum ke pengadilan. ERC menyatakan dalam gugatan bahwa ingkar janji menikahi telah membawa dampak buruk pada psikologinya. Apalagi dari hubungan asmara keduanya telah lahir dua orang anak. Bagaimanapun, anak-anak tersebut membutuhkan biaya hidup. ERC meminta pengadilan menghukum DNA membayar biaya hidup anak-anak tersebut, dan ganti rugi atas ingkar janji menikahi.

 

Pada Agustus 2019, Pengadilan Negeri Merauke menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima. Putusan banding dari Pengadilan Tinggi Jayapura membatalkan putusan tingkat pertama. Hakim banding mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Hakim banding menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi karena ingkar janji menikahi; dan menghukum tergugat membayar ganti rugi 100 juta rupiah.

 

Pada Agustus 2011, Mahkamah Agung memutuskan permohonan kasasi yang diajukan DNA. Salah seorang hakim agung yang memutus perkara ini adalah Artidjo Alkostar. Majelis hakim agung membatalkan putusan banding dan mengadili sendiri perkara ini. Dalam amarnya, hakim agung menghukum tergugat untuk membayar biaya nafkah dan pendidikan dua anak yang lahir dari hubungan tanpa ikatan perkawinan yang sah sebesar 2 juta rupiah per bulan hingga anak-anak tersebut berusia 18 tahun. Tergugat harus membayar biaya itu paling lambat tanggal 5 setiap bulan.

Tags:

Berita Terkait