10 Akademisi Terbaik di Ajang Pelatihan Hukum Pidana
Utama

10 Akademisi Terbaik di Ajang Pelatihan Hukum Pidana

Seratusan akademisi dan praktisi mengikuti Simposium dan Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi di Banjarmasin. Mereka diminta berkontribusi dalam penyusun RUU KUHP.

Oleh:
TRI YUANITA INDRIANI
Bacaan 2 Menit
Rahmi Dwi Sutanti, akademisi FH Undip, yang terpilih sebagai peserta terbaik, saat menerima hadiah. Foto: RIA
Rahmi Dwi Sutanti, akademisi FH Undip, yang terpilih sebagai peserta terbaik, saat menerima hadiah. Foto: RIA
Suasana Simposium Nasional dan Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi III yang diselenggarakan Mahupiki-FH Unlam, Kamis (19/5) siang, terasa agak berbeda. Bila biasanya di sekitar Ballroom Hotel Rattan Inn Banjarmasin itu terdengar suara orang yang berbincang dan sesekali diselingi oleh tawa saat berlangsung coffee break, tetapi pagi itu kondisi justru sangat hening. Ratusan peserta menunggu pengumuman panitia siapa yang terpilih sebagai akademisi terbaik.

Beberapa orang terdengar bergumam “pasrah sajalah”. Peserta lain ada yang tidak yakin dengan jawabannya. Ada juga peserta yang mengeluh karena telat mengikuti agenda. Gumaman demi gumaman ini terus bergaung hingga akhirnya pembawa acara mengatakan bahwa peserta terbaik akan segera diumumkan Nirmala Sari, Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Kalimantan Selatan.

Penilaian siapa akademisi terbaik sebenarnya didasarkan pada kuis,  semacam ujian atas apa yang diperoleh selama empat hari simposium dan pelatihan hukum pidana. Juga presensi. Jadi, tak sepenuhnya dinilai apakah mereka aktif bertanya atau tidak selama simposium dan pelatihan.

Nirmala Sari membacakan satu per satu yang terbaik dari seratusan akademisi, umumnya dosen hukum pidana, dari 20-an perguruan tinggi di Indonesia. Ia memulai dari terbaik kesepuluh. Terpilihlah Edy Yunara, doktor ilmu hukum yang sehari-hari mengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Satu persatu dibacakan hingga nomor pamuncak. Suasana senyap berubah gemuruh tepuk tangan ketika Nirmala Sari menyebut nama Rahmi Dwi Sutanti. “Menetapkan, peserta terbaik pertama Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi III, Rahmi Dwi Sutanti SH MH dari Universitas Diponegoro,” suara Nirmala terdengar membahana. Tepuk tangan peserta menyambutnya.

Berangkat dari Semarang, Jawa Tengah, Rahmi mengaku senang menerima penghargaan tersebut. Kepada hukumonline, dosen muda ini bercerita, tidak pernah menyangka terpilih menjadi peserta terbaik. Terlebih karena memang tidak ada niatan untuk mengejar penghargaan tersebut.

“Ya walaupun iseng-iseng memang berharap bisa menang biar dapat boneka bekantan ini, tapi nggak nyangka benar dapat. Tujuan ke sini kan buat belajar karena saya juga di kampus itu yang paling kecil, paling junior, terus pokoknya disuruh berangkat ya udah diniatinnya buat belajar,” ujar gadis ayu ini dengan logat khas Jawa.

Muda, cantik, dan terpilih menjadi yang terbaik. Rahmi baru meraih gelar Sarjana Hukum (SH) dari Universitas Diponegoro Semarang tahun 2011, dan berhasil menyelesaikan magister dua tahun setelahnya. Ia langsung mengabdi di almamaternya sejak 2013. Dalam daftar pengajar hukum pidana FH Undip, namanya tertera tanpa foto.

Semangat muda itu  jugalah yang berkontribusi mengantarkan Rahmi menjadi yang terbaik. Walaupun mengaku agak kesusahan dalam mengerjakan kuis, tetapi ia bersyukur ternyata bisa mengisi dengan benar dengan berbekal pembahasan-pembahasan yang bisa diingat. Hal ini didukung dengan perasaannya yang senang dapat menuntut ilmu lagi. “Seperti sedang kuliah lagi,” tukas Rahmi yang mengaku rindu bangku perkuliahan.

“Tetapi karena masih muda, ya masih ngikut sama dosen-dosen senior seperti Profesor Nyoman Serikat, Pak Pujiyono. Kalau mereka pas berhalangan baru saya yang ngajar. Masih belum boleh pegang kelas sendiri,” ungkapnya.

Peserta terbaik kedua dan nomor urut berikutnya adalah Tiya Erniyati (Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin), Syarif Nurhidayat (FH UII Yogyakarta), Subekti (FH Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta), Bani Syarif (IAIN Purwokerto), Rofikah (Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta), Vivi Ariayanti (IAIN Purwokerto), Lentiara Putri (FH Universitas Bengkulu), dan Awan Prasetyo Luhur (FH Unlam).

Terlepas dari prestasi yang berhasil ia raih siang itu, Rahmi berharap simposiun dan pelatihan dapat berguna bagi dirinya dan mahasiswanya. “Ini jadi modallah untuk bisa terus disampaikan kepada mahasiswa. Keilmuan gini kan berkembang terus ya, apalagi ini kan menyongsong RUU KUHP, asas-asasnya berubah. Mahasiswa harus bisa memahami. Nah biar mahasiswa tahu, dosennya harus tahu dulu,” imbuhnya.

Diangkat menjadi dosen hukum pidana FH Undip sejak 2013, kini Rahmi bersama dengan dosen-dosen senior mengasuh beberapa kelas hukum pidana. Rahmi menyebutkan, di antaranya ada asas-asas hukum pidana, tindak pidana khusus, dan kapita selekta hukum pidana.

Meskipun ada pemenang yang masih berstatus mahasiswa pascasarjana Unlam, mereka tetap menjadi harapan untuk pengembangan hukum pidana ke depan. Itu pula yang disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Romli Atmasasmita saat menutup simposium dan pelatihan. Ia berharap para akademisi tak hanya berkutat di kampus, melainkan menyumbangkan pemikiran-pemikiran brilian untuk penyusunan RUU KUHP. Apalagi proses pembahasan Buku II akan dimulai. “Silakan memberikan masukan”, pungkasnya.

Selamat untuk para pemenang.
Tags:

Berita Terkait