Dalam kasus pidana, saya sering melihat di televisi maupun di internet, ada namanya rekonstruksi. Apa itu rekonstruksi? Apa dasar hukumnya? Kemudian, yang menjadi pemeran rekonstruksi itu siapa, apakah tersangka asli atau pemeran pengganti? Apakah dalam setiap kasus pidana harus dilakukan rekonstruksi?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Rekonstruksi dalam perkara pidana merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik. Rekonstruksi bertujuan untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali. Rekonstruksi juga dapat digunakan untuk menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka.
Setiap peragaan dalam rekonstruksi diambil foto-fotonya dan jalannya peragaan dituangkan dalam BAP. Kemudian, hasil rekonstruksi dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda dengan BAP.
Lantas, apakah dalam setiap perkara pidana harus ada rekonstruksi dan haruskah tersangka ikut dalam proses rekonstruksi perkara pidana?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dasar Hukum dan Pengertian Rekonstruksi Perkara Pidana
Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu tindak pidana.
Pada kasus tertentu, pihak kepolisian dapat menggunakan rekonstruksi sebagai petunjuk lain untuk memperkuat Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”). Menurut Black’s Law Dictionary, rekonstruksi dapat dimaknai sebagai proses membangun kembali atau mengorganisasikan kembali atas sesuatu.[1]Sementara, menurut B. N. Marbunrekonstruksi adalah pengembalian seperti semula, penyusunan (penggambaran) kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula.[2]
Dalam Lampiran SK Kapolri 1205/2000 (hal. 24) menyebutkan bahwa metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
interview;
interogasi;
konfrontasi;
rekonstruksi.
Pemeriksaan sendiri merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau sanksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam BAP (hal. 23).
Adapun, maksud diadakannya rekonstruksi adalah untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk lebih meyakinkan kepada pemeriksa tentang kebenaran keterangan tersangka atau saksi (hal. 249 – 250).
Sementara, dalam Pasal 24 ayat (3) Perkapolri 6/2019, disebutkan bahwa untuk menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik dapat melakukan rekonstruksi.
Proses rekonstruksi menurut Lampiran SK Kapolri 1205/2000 dapat dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP). Setiap peragaan perlu diambil foto-fotonya dan jalannya peragaan dituangkan dalam BAP. Kemudian, hasil rekonstruksi dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda dengan BAP (hal. 250).
Haruskah Tersangka Ikut Proses Rekonstruksi Perkara Pidana?
Berlakunya asas praduga tak bersalah dan Pasal 66 KUHAP dimana tersangka tidak memiliki kewajiban pembuktian, maka tersangka dapat menolak dantidak dapat dipaksa untuk memberikan keterangan, termasuk ikut dalam proses rekonstruksi.
Pasal 66 KUHAP menyebutkan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, sehingga penuntut umum atau penyidiklah yang berkewajiban mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan kesalahan tersangka. Hal ini dijelaskan oleh M. Yahya Harahap pada dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan (hal. 42)
Hal ini juga diatur dalam Pasal 52 KUHAP yang berbunyi:
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dalam proses rekonstruksi dapat dipakai pemeran penggantiyang ditunjuk untuk memerankan rekonstruksi.
Apakah Semua Perkara Pidana Perlu Rekonstruksi?
Rekonstruksi digunakan untuk kepentingan pengungkapan perkara pidana, agar tidak menimbulkan perspektif beragam dari sisi korban dan keluarganya, seperti dalam kasus pembunuhan, sehingga rekonstruksi perlu dilakukan untuk pencarian kebenaran materiel dan keadilan.
Namun, tidak semua tindak pidana harus dilakukan rekonstruksi karena untuk meminimalisasi biaya agar lebih efisien.[3] Selain itu, rekonstruksi hanya digunakan untuk melengkapi bukti dalam penyidikan yang membutuhkan gambaran lengkap peristiwa secara visual.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami tentang rekonstruksi perkara pidana, semoga bermanfaat.