Alih-alih mengajukan gugatan cerai terhadap suami yang ketahuan berselingkuh dengan sesama jenis, istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Suami kakak teman saya berselingkuh dengan seorang lelaki. Dapatkah kakak teman saya bercerai dengan suaminya menggunakan alasan suami ternyata homoseksual?
Alih-alih mengajukan gugatan cerai terhadap suami yang ketahuan berselingkuh dengan sesama jenis, istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 6 Juni 2011.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kita ketahui lebih dahulu definisi homoseksual menurut Karl Maria Kertbeny menunjukkan kepada makna seksual yang dilakukan sesama jenis. Melalui istilah tersebut, maka kata homoseksual secara sederhana dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan seksual sesama jenis, baik dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki, atau sebaliknya perempuan dengan perempuan.[1] Sedangkan menurut KBBI, homoseksual adalah dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama.
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh The Journal of Consulting and Clinical Psychology menyebutkan pria gay dan biseksual lebih rentan didiagnosis mengalami sedikitnya satu dari lima gangguan kesehatan mental daripada laki-laki heteroseksual. Wanita lesbian biseksual lebih mungkin melaporkan diri mengalami masalah sehubungan dengan gangguan mental daripada wanita heteroseksual dalam tahun-tahun sebelum mereka di interview 24% wanita lesbian dan biseksual mengalami dua atau lebih gangguan mental di tahun sebelumnya.[2]
Sementara itu, ditinjau dari Pasal 1 UU Perkawinan mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya, di Indonesia sendiri tidak mengenal perkawinan sesama jenis. Oleh karenanya, kaum homoseksual tidak dapat melaksanakan perkawinan di Indonesia.
Dalam hukum Islam menurut (Q.S. Al-A’raaf: 80-81) Allah SWT berfirman:
Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, ...
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaki).
Kemudian apabila merujuk pada Fatwa MUI No. 57/2014 disebutkan homoseksual baik lesbian maupun gay hukumnya haram dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).
Sehingga, berdasarkan ayat Al-Qur’an, hadist, dan fatwa MUI di atas menjelaskan bahwa praktik homoseksual merupakan satu dosa besar dan sangat berat sanksinya di dunia. Apabila tidak dikenakan di dunia, maka sanksi tersebut akan diberlakukan di akhirat.
Menyambung pertanyaan Anda terkait bisakah bercerai dengan alasan suami homoseksual, menurut hemat kami alih-alih melakukan perceraian, yang dapat dilakukan adalah pembatalan perkawinan.
Terkait pembatalan perkawinan, Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri.
Dengan demikian, apabila si istri baru mengetahui ternyata suami homoseksual, kami berpendapat ia dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Patut dicatat, batalnya perkawinan ini dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.[3]
Baca juga: Alasan, Tata Cara, dan Tahapan Pembatalan Perkawinan
Kemudian hal penting yang perlu Anda ketahui adalah apabila yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, serta tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, maka haknya dianggap gugur.[4]
Namun apabila Anda hendak mengajukan perceraian, kami berpandangan alasan perceraian yang dapat digunakan adalah antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, misalnya diakibatkan dari setelah mengetahui suami homoseksual, sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.[5]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Referensi:
[1] Yuhasnibar Syah dan Lastrina, Tindak Pidana Homoseksual dalam Putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016: Perspektif Hukum Pidana Islam, Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum, Vol. 11, No. 1, 2022, hal. 32
[2] Ani Khairani dan Didin Saefudin. Homoseksual Berdasarkan Pandangan Psikologi Islam, Jurnal Pendidikan Islam Ta’dibuna, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018, hal. 117
[3] Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)
[4] Pasal 27 ayat (3) UU Perkawinan
[5] Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?