Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, maka perlu dipetakan dua hal. Pertama, tentang kedudukan pengadilan agama yang diperuntukkan untuk orang yang beragama Islam. Kedua, mengenai status kuasa hukum non-Muslim yang menangani perkara di pengadilan agama.
Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama
Memang benar yang Anda terangkan bahwa pengadilan agama hanya untuk orang yang beragama Islam saja.
Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang ini
Dalam kompetensi mengadilinya juga dikatakan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam.
[1]
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, pengadilan agama melakukannya berdasarkan pada hukum Islam, di samping juga berdasarkan hukum positif yang berlaku.
Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili
Meskipun pada Penjelasan Pasal 62 ayat (1) UU Peradilan Agama dikatakan “cukup jelas”, tapi dapat dimaknai bahwa sumber hukum tak tertulis yang dimaksud dan paling mendekati adalah sumber-sumber hukum Islam.
Jadi, memang betul bahwa pengadilan agama hanyalah diperuntukkan bagi orang berperkara yang beragama Islam.
Akan tetapi, yang dimaksud orang Islam yang berperkara adalah orang yang secara langsung memiliki perkara pada bidang kompetensi pengadilan agama, sehingga pengertian ini tidak termasuk bagi kuasa hukum yang menangani perkara di pengadilan agama.
Kuasa hukum yang menangani perkara di pengadilan agama pada hakikatnya bukanlah orang yang berperkara secara langsung.
Kuasa hukum hanyalah sebagai wakil bagi orang yang berperkara, sehingga tidak terikat dengan ketentuan harus orang yang beragama Islam. Namun demikian, untuk berperkara di pengadilan agama, kuasa hukum juga membutuhkan pengetahuan-pengetahuan mengenai hukum Islam, mengingat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, pengadilan agama melakukannya berdasarkan pada hukum Islam.
Kuasa Hukum Non-Muslim di Pengadilan Agama
Pada dasarnya, status advokat sebagai penegak hukum adalah bebas dan mandiri. Status ini dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
[2]
Status ini menjadi dasar bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai kuasa hukum, advokat tidak terikat dengan latar belakang agamanya.
Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 18 UU Advokat, yang berbunyi:
Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut, maka tidak menjadi masalah jika seorang advokat non-Muslim menangani perkara di pengadilan agama.
Hal ini dikarenakan penunjukkan kuasa hukum/advokat merupakan berdasarkan pilihan dari orang yang berperkara di pengadilan dan advokat tidak boleh membeda-bedakan kliennya berdasarkan agama.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: