Saya bekerja di sebuah dealer sepeda motor di Surakarta selama 1,5 tahun. Pada lebaran tahun ini saya tidak menerima THR. Tetapi yang diterima adalah subsidi/bantuan lebaran yang besarannya Rp150.000,-. Apakah itu benar THR atau bantuan biasa?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya, kami berikan terlebih dahulu definisi istilah subsidi yang Anda katakan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman resmi Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, subsidi adalah bantuan uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya dari pihak pemerintah).
Di dalam pengaturan tentang Tunjangan Hari Raya (“THR”) pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (“Permenaker 4/1994”) tidak dikenal istilah subsidi atau bantuan yang Anda maksud.
Jika Anda telah bekerja selama 1,5 tahun terus-menerus, maka Anda berhak atas THR sebanyak satu bulan upah karena Anda telah mempunyai masa kerja lebih dari 12 bulan secara terus menerus. Adapun ketentuan perhitungan THR itu terdapat dalam Pasal 3 Permenaker 4/1994 yang berbunyi:
(1) Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
a.Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
b.Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan: Masa kerja x 1(satu) bulan upah.
(2) Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap.
(3) Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Anda, jika memang Anda telah bekerja selama 1.5 tahun, yang Anda berhak terima adalah pendapatan dalam bentuk THR. Menurut hemat kami, bantuan lebaran yang Anda terima sebesar Rp. 150.000 itu merupakan bantuan biasa yang tidak bisa disamakan dengan THR. Penjelasan lebih lanjut mengenai pasal di atas dapat Anda simak dalam artikel Dasar Perhitungan Besaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Dengan kata lain, jika memang pengusaha tempat Anda bekerja ingin memberikan bantuan lain, maka THR tetap harus dibayarkan. Sebagai contoh bantuan yang diberikan oleh pengusaha menjelang atau saat lebaran adalah bantuan mudik. Dalam artikel Bantuan Mudik untuk Pekerja Jangan Dianggap Bebandiceritakan bahwa Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPPHI) Kemenakertrans, (saat itu dijabat oleh) Sahat Sinurat menilai cukup layak jika pengusaha membantu pekerjanya untuk pulang kampung karena pada masa hari raya, penggunaan moda transportasi meningkat. Sahat juga mengatakan bahwa sebagaimana THR, Sahat menyebut Kemenakertrans melihat aktivitas mudik menjadi budaya masyarakat.
Namun, bantuan mudik ini tidak bersifat wajib, melainkan dalam bentuk himbauan. Kini, aturan mengenai himbauan mudik ini diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.4/MEN/VI/2014 Tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Himbauan Mudik Lebaran Bersama.
Jika Anda tidak menerima THR (pengusaha tidak memberikan Anda THR), langkah pertama yang dapat Anda tempuh adalah dengan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan antara Anda dengan pengusaha, yang disebut dengan penyelesaian secara bipartit. Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU PPHI.
Apabila penyelesaian secara bipartit tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (lihat Pasal 1 angka 11 UU PPHI). Jika perundingan ini masih buntu, perselisihan dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar THR. Selain itu, berdasarkan Permenaker No 4/1994 pengusaha yang tidak membayarkan THR kepada pekerja yang sudah berhak mendapatkannya diancam dengan sanksi pidana.