Melihat fakta hukum yang anda kemukakan di atas, maka hubungan perjanjian antara anda dengan Developer adalah perjanjian jual beli, yang obyeknya adalah tanah beserta bangunan (rumah) di atasnya. Pejanjian jual beli adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik akan sesuatu barang, sedang pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya.
Penjual (dalam hal ini Developer) mempunyai 2 kewajiban pokok, yaitu:
a. Menyerahkan barang serta menjamin si Pembeli (dalam hal ini anda) dapat memiliki barang itu dengan tenteram.
b. Bertanggung jawab terhadap cacat-cacat tersembunyi.
Sedangkan kewajiban Pembeli Idalam hal ini anda) adalah: membayar harga pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
Untuk terjadinya perjanjian ini cukup kedua belah pihak mencapai persetujuan tentang barang dan harganya, sehingga perjanjian jual beli dapat dilakukan secara lisan. Adanya akta jual beli yang anda miliki di notaris, menjadi sangat penting untuk masalah pembuktian di persidangan (pengadilan) dalam hal adanya sengketa.
Kemudian, Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) mengatur bahwa: Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak , atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan itu harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Berdasarkan kententuan di atas, maka dapat diuraikan beberapa hal, antara lain:
1. Segala hal yang diperjanjikan oleh anda dan Developer berlaku sebagai undang-undang bagi anda dan Developer.
2. Segala hal yang sudah diperjanjikan tidak dapat ditarik kembali, kecuali atas persetujuan anda dan Developer atau karena alasan-alasan yang ditentukan undang-undang.
3. Segala hal yang sudah diperjanjikan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Namun, karena pihak Developer belum juga memenuhi kewajibannya (setelah batas waktu yang telah ditentukan yaitu akhir Maret 2005), diantaranya
1. Menyerahkan rumah lengkap layak huni menyerahkan rumah lengkap layak huni beserta sertipikat yang sudah selesai (termasuk listrik, air dan pembersihan lingkungan) seluas 50m2; dan
2. Menyerahkan sertipikat yang sudah selesai.
Maka, Developer dapat dianggap melakukan wanprestasi. Wanprestasi adalah keadaan di mana salah satu pihak dalam perjanjian, tidak memenuhi kewajibannya
Bentuk-bentuk wanprestasi ialah:
� Tidak melakukan sama sekali hal yang diperjanjikan
� Melakukan tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan
� melakukan tetapi tidak tepat waktu
Melihat keadaan di atas, maka bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh Developer ialah bentuk yang ke-2, yaitu melakukan tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
Hal yang dapat dilakukan:
1. Mengirimkan somasi (surat peringatan) ke Developer, untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan oleh anda sendiri. Dengan syarat jika Developer tidak juga memenuhi kewajibannya maka anda akan mengajukan gugatan ke Pengadilan.
2. Mengajukan gugatan Pengadilan, yang pada intinya meminta pengadilan untuk:
a. Menyatakan Developer melakukan wanprestasi.
b. Menghukum Developer untuk melakukan:
b.1 Melaksanakan perjanjian meskipun sudah terlambat;
b.2. Membayar ganti kerugian yaitu kerugian yang anda derita (karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya);
b.3 Melaksanakan perjanjian sekaligus membayar ganti rugi; atau
b.4 Membatalkan perjanjian, disertai pembayaran ganti rugi (dalam hal ini kembali kepada keadaaan semula, yaitu Developer mengembalikan uang anda).
c. Meletakan sita jaminan atas harta Developer (dalam hal ini hartanya harus dirinci) dengan alasan-alasan yang jelas.
Misalnya jika gugatan anda dipenuhi oleh Pengadilan, namun Developer tidak juga mau membayar ganti rugi secara sukarela, maka pemenuhan kewajiban Developer dapat diambil dari hasil jual lelang barang milik Developer yang disita.
Mengenai biayanya secara ideal kurang lebih Rp.299.000,00 (dua ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah) berdasarkan putusan Ketua PN Jakarta Timur No.246/KPN/2001). Namun, berhubung sistem peradilan di Indonesia belum terlalu baik maka kemungkinan akan ada pungutan liar demi penyelesaian perkara, yang dalam hal ini tidak dapat kami perkirakan besarnya.
Demikian, semoga bermanfaat.