Saya pernah melaporkan seorang pria yang melakukan tindakan penganiayaan terhadap adik perempuan saya dan pelaku sudah dipenjara selama 4 bulan. Setelah bebas, pelaku seolah meneror saya dan keluarga, dengan cara berteriak di depan rumah dan membuntuti kami saat berkendara. Saya punya bukti video dan foto kami dibuntuti. Kami sudah mencoba melaporkan pelaku tapi kata pihak kepolisian tidak bisa ditindak dengan alasan teriakan yang dilontarkan pelaku bukan hinaan, karena pelaku hanya melontarkan kata-kata seperti pengecut, penakut, tidak berani. Kami sudah menempuh jalur mediasi antar Babinsa dan Babinmas tapi pelaku masih mengulangi perbuatannya. Kami terganggu karena pelaku juga berteriak di tempat usaha kami, sehingga terkadang pelanggan takut untuk datang. Tindakan seperti apa lagi yang harus kami ambil untuk masalah ini?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Tindakan pelaku yang membuntuti Anda saat berkendara dan melakukan penghinaan dengan melontarkan kata-kata makian merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijerat berdasarkan KUHP.
Adapun, apabila pelaku pernah melakukan tindak pidana dan pernah dihukum sebelumnya, maka ia dapat dikategorikan sebagai residivis. Terhadap residivis yang melakukan tindak pidana lagi, maka berpotensi diberikan pemberatan pidana.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tindakan pelaku yang berteriak di depan Anda dengan melontarkan kata-kata makian seperti pengecut, menurut hemat kami dapat dilaporkan kepada kepolisian dengan dasar dugaan tindak pidana penghinaan ringan.
Penghinaan ringan diatur dalam Pasal 315 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau Pasal 436 UU 1/2023 tentang KUHP yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 315 KUHP
Pasal 436 UU 1/2023
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[2]
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[3]
Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal sebagaimana dikutip dalam artikel Penghinaan Ringan untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan jalan menuduh suatu perbuatan. Penghinaan yang dilakukan dengan menuduh suatu perbuatan termasuk pada delik penghinaan (Pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (Pasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain menuduh suatu perbuatan, misalnya dengan mengatakan anjing, bajingan, dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.
Lebih lanjut, penghinaan yang tidak bersifat pencemaran ini adalah setiap penghinaan dalam pengertian yang bersifat sosiologis. Sehingga, penghinaan ringan dapat diartikan sebagai setiap upaya untuk menjelekkan orang lain yang tidak bersifat pencemaran.[4]
Untuk dapat dikategorikan sebagai penghinaan ringan, syaratnya adalah dilakukan di muka umum baik lisan ataupun tulisan, dapat juga dilakukan di muka atau di hadapan orangnya sendiri baik berupa ucapan atau perbuatan. Contohnya adalah memaki seseorang dengan kata-kata anjing, asu, sundel, bajingan, atau dengan perbuatan seperti meludahi muka orang.[5]
Adapun, dalam Penjelasan Pasal 436 UU 1/2023 diterangkan bahwa ketentuan mengenai penghinaan ringan mengatur mengenai penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain.
Pasal yang Menjerat Penguntit (Stalker)
Selain melaporkan dengan tindak pidana penghinaan ringan, terhadap perilaku membuntuti orang lain saat berkendara, juga dapat dilaporkan berdasarkan pelanggaran Pasal 493 KUHP atau Pasal 317 UU 1/2023.
Pasal 493 KUHP
Pasal 317 UU 1/2023
Barang siapa secara melawan hukum di jalan umum membahayakan kebebasan bergerak orang lain, atau terus mendesakkan dirinya bersama dengan seorang atau lebih kepada orang lain yang tidak menghendaki itu dan sudah tegas dinyatakan, atau mengikuti orang lain secara mengganggu, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak Rp500 ribu.[6]
Setiap orang yang secara melawan hukum merintangi kebebasan bergerak orang lain di jalanan umum, atau mengikuti orang lain secara mengganggu, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[7]
Perlu dicatat bahwa pasal tersebut memang memuat unsur stalking yaitu mengikuti orang secara mengganggu, namun hanya diperuntukkan apabila terjadi di jalan umum. Pasal ini tidak menjangkau tindakan stalking yang meluas hingga ranah privasi korban dan tidak mengandung unsur berulang kali.[8] Artinya, pelaku yang membuntuti Anda saat berkendara merupakan suatu tindak pidana yang dapat dilaporkan berdasarkan pasal tersebut karena dilakukan di jalan umum.
Untuk melaporkan penghinaan ringan dan mengikuti orang lain secara mengganggu tersebut, Anda dapat datang ke kantor polisi terdekat dan melaporkan hal tersebut kepada petugas kepolisian, disertai dengan alat bukti seperti saksi, bukti foto, ataupun video.
Tindak Pidana yang Dilakukan Residivis
Pengertian residivis atau residiv (recidive) menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi yang dikutip Seluk Beluk Residivis adalah apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu dijatuhkan pidana padanya, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu:
sejak setelah pidana tersebut dilaksanakan seluruhnya atau sebahagian; atau
sejak pidana tersebut seluruhnya dihapuskan; atau
apabila kewajiban menjalankan pidana itu belum daluwarsa;
pelaku yang sama itu kemudian melakukan tindak pidana lagi.
Sementara itu, menurut KBBI, residivis adalah orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa; penjahat kambuhan.
Terhadap residivis ini, pengadilan dapat memutus hukuman yang memberatkan. Dalam artikel Begini Penjatuhan Hukuman Pidana Bagi Residivis dijelaskan bahwa residivis merupakan salah satu pemberat pidana, di mana penjatuhan pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana maksimalnya (hal. 1)
Lebih lanjut, pemberatan pidana terhadap residivis dilakukan atas perbuatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 486, 487 dan 488 KUHP atau Pasal 23 dan Pasal 58 huruf c UU 1/2023 dengan memenuhi persyaratan (hal. 2):
mengulangi kejahatan yang sama atau oleh undang-undang dianggap sama macamnya;
antara melakukan kejahatan yang satu dengan yang lain sudah ada putusannya, jika belum ada putusan hakim adalah merupakan suatu gabungan kejahatan bukan residivis;
harus hukuman penjara, bukan hukuman kurungan atau denda;
antara tidak lebih dari lima tahun terhitung sejak tersalah menjalani sama sekali atau sebagian dari hukuman yang telah dijatuhkan.
Menurut Adami Chazawi yang dikutip artikel Hakikat Recidive dan Pemberatan Hukuman dasar pemberatan pidana karena pengulangan atau residive berdasarkan pada tiga faktor, yaitu pelaku melakukan lebih dari satu kali tindak pidana, pelaku pernah dijatuhi pidana oleh pengadilan, dan hukuman atas tindak pidana pertama telah dijalankan.
Dengan demikian, terhadap residivis atau pelaku yang melakukan tindak pidana lagi, berpotensi dikenai pemberatan pidana.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Anita Br Sinaga, Usman, dan Dheny Wahyudhi. Perbuatan Menguntit (Stalking) dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana Indonesia. PAMPAS: Journal of Criminal Law, Vol. 2 No. 2, 2021;
Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009. Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 6, Desember 2010;
Residivis yang diakses pada Selasa, 26 September 2023 pukul 13.31 WIB.
[4] Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009. Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 6, Desember 2010, hal. 131
[5] Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009. Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 6, Desember 2010, hal. 131
[6] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dilipatgandakan 1.000 kali